oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Saya akhir-akhir ini agak
sering tertawa jika memperhatikan pendapat-pendapat ulama terbelakang. Mereka
tidak siap dengan perkembangan baru, tidak siap dengan pemahaman baru, tidak
siap menyingkirkan pemahaman-pemahaman lama walaupun sudah terbukti salah.
Lucunya, mereka mencari-cari alasan, dalil-dalil yang lemah untuk
mempertahankan pendapat-pendapatnya yang salah. Karuan saja karena yang
dipertahankan adalah ilmu yang sudah salah, upaya mempertahankannya pun jadi
benar-benar salah. Lucunya, mereka tidak peduli ditertawakan orang lain karena
kesalahannya, mereka memilih untuk tetap bertahan dalam kesalahannya.
Saya pernah menantang keyakinan bahwa sistem khilafah itu
ajaran Islam. Saya berpendapat bahwa sistem khilafah itu sama sekali bukan
ajaran Islam. Saya menantang siapa pun yang dapat menunjukkan ayat Al Quran
yang berupa perintah untuk mendirikan sistem khilafah. Ayat itu tidak pernah
akan ditemukan. Memang kenyataannya juga seperti itu. Sekarang, para pendukung
kekhalifahan sudah tahu bahwa sistem khilafah sama sekali tidak ada dalam Al
Quran. Mereka saat ini mengakuinya. Itu adalah kemajuan buat mereka. Satu poin
kebenaran sudah didapat, yaitu “tidak ada
ajaran sistem khilafah dalam Al Quran”. Saya harus bertepuk tangan atas
pengakuan mereka itu. Saya menghormati mereka.
Meskipun demikian, mereka masih tidak rela untuk mengakui
bahwa pendapat mereka adalah salah. Mereka mencoba mulai mengaburkan pemahaman
antara arti khilafah secara bahasa
dengan arti sistem khilafah secara
politik. Dengan demikian,
pendapat-pendapat ulama terdahulu yang mewajibkan adanya khilafah diputar-putar
artinya dengan kewajiban mendirikan sistem khilafah. Khilafah itu jelas wajib
ada dalam sistem pemerintahan mana pun di belahan dunia mana pun karena arti
khilafah adalah pengganti atau pewaris kepemimpinan. Kalau presiden sudah
selesai masa tugasnya, harus ada penggantinya. Demikian juga, raja, kaisar,
perdana menteri, selalu harus ada penggantinya. Itu hal yang harus ada di
mana-mana. Akan tetapi, tidak dengan sistem khilafah karena sistem khilafah itu
merupakan suatu sistem tersendiri yang meliputi tatanan kenegaraan tertentu,
sistem politik tertentu. Beda jauh antara khilafah dengan sistem khilafah. Akan
tetapi, banyak pendukung sistem khilafah sering membuat kabur pemahaman ini.
Mereka masih ingin memaksakan kehendak untuk mendirikan sistem khilafah dengan
mengaburkan pemahaman-pemahaman yang sebenarnya.
Saya dulu pernah menulis bahwa HOS Tjokroaminoto
mengajari Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Soekarno tentang kekhalifahan yang
membuat Soekarno berpendapat bahwa kerusakan sistem politik umat Islam adalah
dimulai dari Dinasti Muawiyah. Muawiyah adalah orang yang paling bertanggung
jawab atas pengubahan sistem kekhalifahan dari yang asalnya melalui proses
pemilihan diganti dengan sistem pewarisan kekuasaan dari ayah kepada anak. Para
pendukung sistem khilafah saat ini mencoba membela Muawiyah dan membantah
pendapat Soekarno. Mereka mengatakan bahwa memang benar Muawiyah mengalihkan
kekuasaannya dari ayah kepada anak sama dengan sistem politik monarki. Akan
tetapi, mereka berkilah bahwa para khalifah itu berbeda dengan raja. Para
khalifah itu taat kepada aturan yang berlaku, sedangkan raja tidak seperti itu.
Menurut mereka, raja itu mutlak kekuasaannya dan tidak patuh kepada aturan
karena raja sendirilah yang berkuasa atas aturan-aturan kerajaan.
Nah, di sinilah sebabnya saya mengatakan bahwa mereka itu
adalah para ulama terbelakang. Mereka kurang belajar. Ingin mendirikan negara,
tetapi tidak paham berbagai sistem politik. Mereka pikir raja itu selalu mutlak
kekuasaannya dan tidak patuh kepada aturan karena raja itu sendirilah yang
merupakan peraturan di dalam kerajaannya.
Saya kasih tahu ya, pelajaran soal itu adalah pelajaran
paling awal di Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip). Sistem
politik monarki atau sistem kerajaan itu ada dua, yaitu monarki absolut dan monarki
konstitusional. Monarki absolut adalah ya seperti yang mereka bilang bahwa
raja adalah negara, raja adalah hukum, raja adalah penguasa peraturan sehingga
raja bertindak sekehendak diri raja sendiri dan tidak perlu taat pada aturan.
Akan tetapi, berbeda dengan monarki konstitusional atau sistem kerajaan
konstitusi. Dalam sistem ini raja tidak berkuasa secara mutlak karena ada
konstitusi yang harus dipatuhi. Raja pun sama harus patuh pada aturan yang
berlaku di negaranya. Sistem monarki absolut sekarang sudah bangkrut dan tidak
ada lagi. Akan tetapi, sistem politik monarki konstitusional masih ada,
misalnya, Inggris dan Belanda.
Jadi, sudahlah sistem khilafah itu hanya sebuah sistem
politik biasa, tidak suci dan tidak sakral, biasa saja. Orang boleh sepakat
dengan sistem itu dan boleh tidak sepakat, tidak ada hubungannya dengan surga
dan neraka.
Sistem khilafah yang dikritik keras oleh Soekarno adalah
sistem khilafah yang pergantian kepemimpinannya sama dengan sistem monarki,
baik absolut maupun konstitusional. Hal yang disoroti oleh Soekarno adalah anak
yang menjadi pemimpin karena menggantikan ayahnya, berkuasa di dalam sistem
pemerintahan khilafah sehingga menimbulkan kerusakan. Berbeda dengan sistem
monarki konstitusional sekarang yang meskipun dipimpin oleh seorang raja atau
ratu, tetapi ada badan lain yang menjalankan pemerintahan, misalnya, perdana
menteri yang dipilih untuk menyelenggarakan negara. Adapun raja atau ratu lebih
berperan sebagai simbol negara dan alat pemersatu rakyat.
Begitu kira-kira. Jadi, sistem khilafah itu sama dengan
sistem monarki dalam hal pergantian kekuasaan. Dalam penyelenggaraannya, pasti
ada perbedaan secara teknis.
Begitu ya. Banyak-banyaklah belajar dan hati-hati sebelum
berpendapat supaya tidak terbelakang.
Jangan memutarbalikkan pemahaman ayat Al Quran, jangan
kebanyakan percaya dongeng-dongeng, jangan membuat kabur pikiran masyarakat,
jangan menjadikan Mekah sebagai tempat kabur lari dari tanggung jawab. Ketika
ada masalah, kabur ke Mekah alasannya ibadat. Padahal, ibadat ke Mekah itu bisa
ditunda untuk menyelesaikan masalah yang lebih penting. Shalat saja bisa
dijama.
Puasa Ramadhan saja bisa diganti, masa ke Mekah tidak
bisa ditunda?
Begitu ya, jangan sekali-sekali memperalat Mekah sebagai
alasan untuk tidak bertanggung jawab atas perbuatan buruk yang dilakukan.
Hadapi saja semua masalah dengan baik.
Masa orang lain didorong untuk berjihad mengorbankan
harta dan nyawa?
Giliran dirinya harus berjihad berhadapan dengan masalah,
malah kabur dengan alasan ibadat. Itu mah mujahid
terbelakang yang pengecut.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment