oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Memang menjengkelkan
kelakuan sebagian orang-orang Islam. Saya sebagai orang Islam sering merasa
malu dengan perilaku orang Islam yang sama sekali tidak menampilkan perilaku
yang tidak Islami.
Bagaimana tidak jengkel, begitu terang benderang Allah
swt memberikan banyak pengajaran kebaikan dalam Al Quran, tetapi banyak yang
memilih berpegang pada dongeng-dongeng kuno dan hadits-hadits dhaif?
Akibat dari itu semua, Islam tampil jauh berbeda
dibandingkan yang diharapkan Allah swt sendiri. Islam mengajarkan harus
menghormati orang tua, mereka malah meninggalkan orang tuanya dengan alasan
jihad yang tidak bisa dipahami dengan benar. Islam mengharuskan untuk menebarkan
cinta dan kasih sayang, mereka malah menebarkan permusuhan. Islam mengajarkan
untuk saling menasihati, saling berdiskusi, saling berdebat untuk mendapatkan
kebenaran, mereka malah membudayakan tradisi keras kepala. Islam mengajarkan
untuk mudah tersenyum dan berbahasa santun, mereka malah tampil sangar dengan
bahasa-bahasa kasar. Ujungnya, umat Islam tidak pernah berkembang dengan baik
sebagai agen-agen umat terpilih untuk memberikan rasa damai dan aman di muka
Bumi.
Islam mengajarkan untuk terus-menerus belajar sejak lahir
hingga mati, mereka malah enggan belajar karena merasa sudah paling benar.
Akibatnya, ilmu umat Islam tetap berada di situ-situ saja tidak berkembang. Hal
itu pun mengakibatkan banyak sekali kekeraskepalaan dengan ciri mudahnya
menuduh orang lain sebagai kafir dan sesat. Padahal, mereka sendiri yang ketinggalan
zaman dan mempertahankan kebodohannya. Mereka ingin semua orang bodoh seperti
dirinya, padahal orang-orang di luar mereka telah jauh berkembang.
Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Soekarno pun kerap
merasa jengkel dan marah terhadap kelakuan-kelakukan orang Islam.
“Bilamana saya dulu
kadang-kadang mengeluarkan ucapan-ucapan yang membangunkan kesan anti-Islam,
bilamana saya dulu kadang-kadang bertengkar dengan pihak Islam atas sesuatu
masalah masyarakat Islam, itu bukan karena menentang Islam sebagai Islam, bukan
karena anti-Islam qua agama, bukan karena anti-Islam an sich, melainkan hanyalah karena tidak senang melihat keadaan-keadaan di kalangan umat Islam
yang membangunkan amarah dan kejengkelan saya.”
Memang sejak dulu
hingga saat ini pun tidak beda-beda amat. Dulu kata Soekarno orang-orang Islam
kerap merengek kepadanya agar negara tidak dipisahkan dari Islam. Itu artinya,
sebagian orang Islam ingin mendapatkan keleluasaan dan kekuasaan yang dijamin negara. Soekarno
melihat itu sebagai “rintihan” dan bukan perjuangan. Orang-orang itu hanya
merintih meminta keistimewaan dalam bernegara. Sekarang juga masih sama, ingin
diberi keistimewaan oleh negara yang jika tidak diberi keistimewaan itu merengek
pakai demonstrasi besar-besaran dengan menghamburkan opini-opini yang tidak
tersusun dan tidak tahan uji jika ditelusuri secara ilmiah. Terlalu banyak hawa
nafsu yang diumbarkan.
Seharusnya, umat Islam mewarnai kehidupan ini dengan
tampil sebagai pribadi-pribadi thayibah, pribadi-pribadi
yang baik, sempurna, menyenangkan, dan mendamaikan. Akan tetapi, sebagian masih
membawa-bawa dendam lama dengan ceritera-ceritera lama yang belum tentu benar soal
kejatuhan kekhalifahan di Turki itu. Akibatnya, dendam itu terus membara serta
meminggirkan banyak potensi dan kesempatan untuk tampil sebagai muslim yang
tidak terpengaruh oleh jatuh-bangunnya kekhalifahan yang sudah runtuh itu.
Beginilah umat Islam, sebagian kecil yang memusingkan itu
benar-benar menjengkelkan. Seharusnya, umat Islam berada paling depan dalam “menggembala”
dunia menuju kebaikan dan perdamaian karena umat Islam harus mewujudkan
kehidupan yang rahmatan lil alamin.
Sekarang, bagaimana bisa memimpin dunia jika ternyata
memiliki banyak masalah, bahkan kerap memicu masalah dalam kehidupan dunia ini?
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment