oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Saling klaim sebagai umat
terpilih ini sudah terjadi dari zaman ke zaman. Orang Islam menganggap dirinya
umat terpilih, Kristen juga sama, Yahudi pun demikian, agama Budha, Hindu,
Konghucu, dan agama-agama lainnya pun sama mengakui sebagai umat terpilih. Satu-satunya,
keyakinan dan ramalan yang tidak mengklaim dirinya sebagai umat terpilih adalah
orang-orang Papua. Mereka justru dalam berbagai ramalan dan kisahnya selalu “menunggu”
orang luar atau orang asing yang mencintai mereka untuk mengadakan perbaikan
dan menumbuhkan kemakmuran bagi mereka.
Bagi orang-orang yang suka mengklaim dirinya sebagai “umat
terpilih”, saya meragukan tujuan mereka dijadikan sebagai umat terpilih.
Tuhan memilih mereka itu untuk apa?
Apa yang harus mereka lakukan sebagai umat terpilih?
Pada tahu nggak sih?
Ngomong saja kampanye sebagai umat terpilih, tetapi tidak
mengerti dipilih untuk apa. Kacau.
Pasti tidak pada tahu kan?
Jujur saja tidak tahu, jangan sok tahu kalian.
Saya yakin banyak yang sok tahu karena ternyata kehidupan
dunia selalu kacau, semrawut, tidak harmonis, dan penuh pertikaian. Kebanyakan
dari mereka menganggap bahwa mereka terpilih untuk menguasai dunia, mengatur
hidup manusia, mengendalikan orang lain, menjadi orang paling kaya, menjadi
umat paling cerdas, menjadi umat paling bergaya di seluruh muka Bumi.
Begitulah yang saya tahu dari para pengklaim sebagai umat
terpilih itu. Agama apa pun mereka dan bangsa apa pun mereka.
Semua dugaan itu salah total. Demi Allah swt, salah
total. Hal itu disebabkan tidak ada satu pun umat, baik itu agama, bangsa,
maupun ras yang ingin hidup diatur oleh orang lain, tak ada sekelompok manusia
pun yang ingin dikendalikan oleh pihak lain. Tak heran jika banyak terjadi
perang, penjajahan, hoax, penggelapan
sejarah, penipuan, dan propaganda sesat. Penjajahan adalah berawal dari merasa
diri sebagai umat terpilih, tetapi ternyata salah dan gagal total. Perang dan
teror juga sama berawal dari merasa diri sebagai umat terpilih, tetapi gagal
juga.
Lantas, kalian ini dipilih untuk menjadi apa dan untuk
melakukan apa?
Mari kita kembali kepada Sifat Tuhan Yang Menciptakan
Seluruh Alam Semesta. Tuhan itu Mahakasih, Mahacinta, dan Maha Penyeimbang.
Ketika Bumi dan langit diciptakan, Tuhan menciptakannya dengan penuh cinta.
Ketika Tuhan menciptakan seluruh isi Bumi, isi langit, dan isi yang berada di
antara langit dan Bumi adalah dengan rasa kasih sayang. Tuhan selalu
menyeimbangkan ciptaan-Nya hingga rencana-Nya sendiri selesai sebagaimana yang
diinginkan-Nya dari awal mula penciptaan hingga akhir kehancuran seluruh
ciptaan-Nya.
Dengan memahami sifat Tuhan seperti itu, sesungguhnya
Tuhan memilih umat-umat terpilih untuk menjadi wakil-Nya di muka Bumi dalam
rangka menebarkan cinta, kasih sayang, perdamaian, ketertiban, keharmonisan,
dan keseimbangan hidup alam semesta. Itulah yang saya pahami sebagai “Umat
Terpilih”. Sangat tidak mungkin Tuhan menjadikan suatu umat sebagai terpilih
jika hanya untuk melakukan kerusakan dan kekacauan dalam hidup manusia.
Dengan demikian, sesungguhnya sangat bagus jika setiap
umat beragama, apa pun agamanya, apa pun rasnya, merasa diri sebagai “umat
terpilih” untuk melakukan berbagai perbaikan di muka Bumi, menebarkan cinta,
kasih sayang, menciptakan keharmonisan, dan menjaga keseimbangan hidup alam
semesta. Tak perlu saling klaim bahwa dirinya adalah “sebenar-benarnya umat
terpilih”. Buktikan saja bahwa kalian adalah benar-benar umat terpilih dalam
berbagi dengan sesama manusia dan menyebarkan banyak kebaikan di muka Bumi.
Jika kalian tidak melakukan hal-hal baik itu, berarti
kalian adalah “umat terpilih untuk
menjadi pengacau di muka Bumi”. Cinta, kasih sayang, perdamaian,
keseimbangan, dan keharmonisan itu bukan hanya slogan di mimbar-mimbar ceramah,
melainkan harus terbukti secara nyata di dalam hidup sehari-hari. Hal yang
paling kecil adalah murah senyum dan membuang paku di jalan adalah bukti dari perbuatan
baik.
Pernahkah kita melakukan perbuatan kecil yang baik itu?
Kalau belum, malulah kita karena berbuat baik yang kecil saja
belum bisa, apalagi perbuatan baik yang lebih besar.
Kalau kalian hanya baru punya slogan dan tidak memiliki
cara yang benar di dalam kitab suci agama kalian, ikuti saja saran Nabi
Muhammad saw, “Sering-seringlah berbicara
dengan nuranimu sendiri.”
Tanyakan pada hati
yang terdalam cara-cara terbaik untuk melakukan kebaikan dalam sepanjang hidup
kita. Insyaallah, petunjuk itu akan
datang pada kita.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment