Wednesday, 3 May 2017

Hadits Lemah Lebih Laku Dibandingkan Al Quran

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Semakin hari, semakin banyak keterangan-keterangan tentang Nabi Muhammad saw yang diklaim hadits. Akan tetapi, teramat banyak dari hadits-hadits itu merupakan hadits yang lemah. Bahkan, bukan hanya lemah atau dhaif, dongeng-dongeng tentang Nabi Muhammad saw pun disebut sebagai kebenaran. Di Sunda ada istilah hadits teu dhaif-dhaif acan, ‘hadits yang lemah pun tidak’, artinya nilainya hanya dongeng.

            Kalau dongeng, ya sebut saja dongeng, bukan kenyataan. Kalau lemah, sebut saja hadits itu lemah, jangan diklaim menjadi hadits shahih. Inilah kerusakan umat Islam, terlalu banyak mendengar dongeng-dongeng dan hadits lemah.

            Sayangnya, justru dongeng-dongeng dan hadits-hadits lemah itu yang lebih laku dan  diminati banyak orang. Berbagai dongeng dan hadits itu telah “meninabobokan” umat Islam, melemahkan daya pikir umat Islam, merusakkan daya kritis umat Islam. Ketika keterangan-keterangan palsu itu dikomparasikan dengan Al Quran, semakin nyatalah kepalsuan itu. Akan tetapi, masyarakat muslim sudah terlanjur percaya terhadap berbagai dongeng dan hadits-hadits palsu itu. Akibatnya, sulit sekali mereka meruntuhkan kepercayaan lamanya, padahal Al Quran sudah menjelaskan hal-hal itu dengan sangat terang benderang. Dongeng-dongeng serta hadits-hadits lemah dan palsu inilah yang menimbulkan banyak sekali keributan di kalangan umat Islam. Jika saja kaum muslimin lebih mendahulukan Al Quran dibandingkan dongeng, hadits lemah, dan hadits palsu, keributan pasti bisa diminimalisasi, bahkan dihilangkan sama sekali.

            Hal inilah yang digundahkan Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Soekarno ketika dalam masa pembuangannya di Endeh, Flores. Ia berikirm surat kepada guru Persatuan Islam (Persis) A. Hasan di Bandung.

            “Saya perlu Bukhari dan Muslim karena di situlah dihimpunkan hadits-hadits yang dinamakan shahih. Padahal, saya membaca keterangan dari salah seorang pengenal Islam bangsa Inggris bahwa dalam Bukhari pun masih terselip hadits-hadits lemah. Dia pun menerangkan bahwa kemunduran Islam, kekunoan Islam, kemesuman Islam, ketakhayulan orang Islam, banyaklah karena hadits-hadits lemah itu yang sering ‘lebih laku’ daripada ayat-ayat Al Quran. Saya kira anggapan ini adalah benar.

            Berapa besarkah bencana yang telah datang kepada umat Islam dari misalnya hadits yang mengatakan bahwa ‘dunia bagi orang Serani, akhirat bagi orang Muslim atau hadits bahwa satu jam bertafakur adalah lebih baik daripada beribadat satu tahun atau hadits bahwa orang-orang mukmin harus lembek dan menurut seperti onta yang telah ditusuk hidungnya?

            Selain itu, adakah Persatuan Islam sedia sambungannya Al Burhan I-II?

            Pengetahuan saya tentang wet masih kurang banyak. Pengetahuan wet ini, saya ingin sekali perluaskan sebab dalam praktik sehari-hari, umat Islam sama sekali dikuasai oleh wet sehingga wet mendesak kepada ‘Dien’.”

            Banyak sekali hadits lemah dan palsu yang beredar di kalangan umat Islam. Sementara itu, umat Islam dengan mudah percaya kepada hal-hal itu tanpa membandingkannya terlebih dahulu dengan Al Quran. Ketika ada orang yang membandingkannya dengan Al Quran, lalu ketahuanlah hadits-hadits itu lemah, palsu, bahkan hanya dongeng, banyak umat yang marah, mulai menuduh kafir, penistaan, dan lain sebagainya. Padahal, mereka hanya kaget, ternyata hal yang selama ini mereka percayai adalah sebuah kesalahan. Mereka masih belum bisa menerima bahwa selama ini mereka salah.

            Kesediaan diri untuk membuka pikiran dan melapangkan dada terhadap ilmu-ilmu pengetahuan yang baru adalah teramat penting untuk mendapatkan “jalan kebenaran” yang benar-benar diridhoi Allah swt dan bukan untuk ikut-ikutan terjebak dalam kepentingan politik dan ekonomi sekelompok orang. Jika kita masih belum mau membuka diri dengan “kebaruan”, ya seperti kata Soekarno, umat Islam tetap berada dalam kemesuman dan akan tertinggal dalam kehidupan ini selama seribu tahun.


            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment