oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Sejak putusan vonis hakim
yang dijatuhkan pada Ahok atau Basuki Tjahaya Purnama, suasana kebatinan
Indonesia makin kusut dan sulit sekali diperbaiki. Hal itu disebabkan ada peristiwa
yang menodai perasaan dan logika yang bersih. Ini sangat sulit diredam karena
perasaan-perasaan yang ternoda dan logika-logika yang ternoda ini tidak bisa
dihentikan, bahkan akan terus ada. Berbeda dengan perilaku kriminal atau
terorisme yang bisa diselesaikan melalui jalur hukum dan jalur “pembasmian”
secara fisik. Perasaan dan logika tidak bisa diredam dengan cara itu. Perasaan
dan logika hanya bisa diredam dengan cara memberikan pengertian dan pemahaman
yang lurus serta masuk akal.
Mereka yang ternoda perasaannya tidak habis pikir mengapa
orang “sebaik” Ahok yang bekerja keras untuk rakyat, memberikan berbagai solusi
untuk pembangunan, tidak melakukan korupsi, tegas dan teguh dalam menjalankan
program, memiliki cita-cita yang tinggi untuk memakmurkan rakyat, memiliki
komitmen yang kuat untuk pembangunan, harus dijatuhi hukuman yang menghinakan.
Mereka tidak bisa mengerti mengapa “kekuasaan” hukum justru membuat orang baik
terjatuh. Sementara itu, orang-orang yang kerap berteriak-teriak kasar, tidak
jelas bukti manfaatnya bagi masyarakat dan bagi pembangunan, bahkan diduga akan
melakukan makar terhadap negara, seolah-olah lebih didengar oleh hakim hanya
karena memiliki massa yang seolah-olah banyak, padahal hanya sedikit itu.
Kira-kira seperti itulah yang ada di pikiran mereka yang merasa terganggu dan
ternoda perasaannya meskipun sebenarnya Ahok bukanlah manusia “sangat baik” dan
tidak pernah salah karena memang ada yang harus diperbaiki dalam diri Ahok,
yaitu soal “etika”.
Etika memang harus diperbaiki, tetapi hukum tidak
berkaitan sama sekali dengan etika tersebut. Jangan karena etikanya kurang
baik, hukuman yang dijatuhkan adalah karena “penodaan agama”.
Saya sendiri merasa “ternoda” dan “terperkosa” logika dan
pikiran. Orang-orang seperti saya ini tidak ada hubungannya dengan Ahok karena
bukan soal individu atau orangnya yang dipikirkan, tetapi jalan logikanya harus
benar, jelas, dan tidak merusakkan tatanan berpikir yang jernih.
Berkali-kali saya menulis hal ini dan tidak pernah ada
yang mau membantah saya atau berdebat dengan saya. Tampaknya semua orang
pengecut berdebat dengan saya.
Ahok itu divonis telah melakukan penodaan agama atau ayat
Al Quran.
Ayat yang mana yang telah dinodai oleh Ahok?
QS Al Maidah : 51?
Memangnya,
apa sebenarnya isinya QS Al Maidah : 51 itu?
Saya sudah berulang-ulang menjelaskan bahwa ayat itu
bukan pelarangan untuk memilih pemimpin beragama Kristen atau Yahudi dalam
segala situasi. Ayat itu berupa larangan untuk menjadikan Kristen dan Yahudi
sebagai pelindung atau kepercayaan atau pemimpin ketika terjadi perang yang melibatkan
kaum Kristen dan Yahudi menjadi pengkhianat perdamaian dengan kaum muslimin.
Hal itu bisa dibuktikan dari asbabun
nuzul, sejarah Nabi Muhammad saw yang ilmiah, dan kehidupan sehari-hari
manusia.
MUI tidak pernah mempermasalahkan menteri beragama
Kristen, manajer badminton beragama Kristen, RW beragama Kristen, pemimpin
paduan suara beragama Kristen, ketua koperasi beragama Kristen, hakim pemimpin
sidang beragama Kristen, tetapi mengapa Ahok tidak boleh dipilih hanya karena
agamanya Kristen?
Kenyataan seperti itu sudah memperkosa logika dan
pikiran.
Apalagi jika kita sudah memahami dengan benar pemahaman
yang benar mengenai kandungan QS Al Maidah : 51 sesuai dengan ilmu pengetahuan
dan bukan hawa nafsu, Ahok sama sekali tidak menodai QS Al Maidah : 51 dan
tidak menodai pemahaman yang benar mengenai QS Al Maidah : 51. Akan tetapi,
Ahok memang benar-benar menodai pemahaman yang salah mengenai QS Al Maidah :
51. Pemahaman-pemahaman yang salah itulah yang diserang dan dinodai Ahok. Jadi,
jika Ahok dinyatakan bersalah, artinya hakim seolah-olah menilai bahwa
pemahaman yang salah itu adalah pemahaman yang benar.
Hal itu benar-benar membuat pikiran dan logika saya
terperkosa. Saya merasa kekuasaan hukum sedang menjajah pikiran dan logika
manusia.
Kalaulah etika Ahok yang disalahkan, boleh-boleh saja
karena memang salah sesuai nilai etika masa kini. Akan tetapi, seharusnya bukan
karena etika itu, Ahok divonis sebagai penghina atau penoda agama. Ahok adalah
penoda pemahaman yang salah mengenai QS Al Maidah : 51. Itulah jalan pikiran
saya.
Koreksi saya jika saya salah. Debat saya jika kalian
adalah orang-orang yang benar. Saya senang dikoreksi dan didebat secara ilmu
pengetahuan. Saya juga senang jika saya disalahkan berdasarkan ilmu pengetahuan
sehingga saya bisa memperbaiki diri. Akan tetapi, saya tidak akan menerima hal
apa pun yang melanggar logika dan jalan pikiran yang benar.
Dengan banyaknya perasaan dan logika yang merasa ternoda,
jangan harap situasi akan cepat stabil. Kalaupun mereda, hanya akan sementara
untuk kemudian muncul lagi dan lagi.
Saya tidak begitu peduli soal Ahok bebas atau tetap di
dalam penjara, saya hanya ingin mengerti dengan benar persoalan ini sesuai
dengan jalan pikiran dan logika yang benar. Hal itu disebabkan jika kasus-kasus
yang tidak masuk akal seperti ini terus-terusan ada, bangsa Indonesia tidak
akan pernah melangkah maju lebih jauh lagi karena akan terus-terusan
mempersoalkan hal-hal yang tidak masuk akal semacam ini dan tidak pernah akan
berhenti.
Cita-citanya sih bagus bahwa Indonesia akan menjadi super power pada masa depan, tetapi
sungguh cita-cita itu hanya sebuah khayalan jika hal-hal yang tidak masuk akal
dan hanya memuaskan hawa nafsu terus-terusan menghambat konsentrasi rakyat.
Jadi, siapa yang salah kalau kata Pemimpin Besar Revolusi
Indonesia Soekarno umat Islam akan tetap hina,
mesum, dan tertinggal seribu tahun karena
persoalan-persoalan tidak masuk akal?
Siapa yang salah?
Kalian!
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment