Friday, 19 May 2017

Susahnya Merajut Kebersamaan

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Sejak putusan vonis hakim yang dijatuhkan pada Ahok atau Basuki Tjahaya Purnama, suasana kebatinan Indonesia makin kusut dan sulit sekali diperbaiki. Hal itu disebabkan ada peristiwa yang menodai perasaan dan logika yang bersih. Ini sangat sulit diredam karena perasaan-perasaan yang ternoda dan logika-logika yang ternoda ini tidak bisa dihentikan, bahkan akan terus ada. Berbeda dengan perilaku kriminal atau terorisme yang bisa diselesaikan melalui jalur hukum dan jalur “pembasmian” secara fisik. Perasaan dan logika tidak bisa diredam dengan cara itu. Perasaan dan logika hanya bisa diredam dengan cara memberikan pengertian dan pemahaman yang lurus serta masuk akal.

            Mereka yang ternoda perasaannya tidak habis pikir mengapa orang “sebaik” Ahok yang bekerja keras untuk rakyat, memberikan berbagai solusi untuk pembangunan, tidak melakukan korupsi, tegas dan teguh dalam menjalankan program, memiliki cita-cita yang tinggi untuk memakmurkan rakyat, memiliki komitmen yang kuat untuk pembangunan, harus dijatuhi hukuman yang menghinakan. Mereka tidak bisa mengerti mengapa “kekuasaan” hukum justru membuat orang baik terjatuh. Sementara itu, orang-orang yang kerap berteriak-teriak kasar, tidak jelas bukti manfaatnya bagi masyarakat dan bagi pembangunan, bahkan diduga akan melakukan makar terhadap negara, seolah-olah lebih didengar oleh hakim hanya karena memiliki massa yang seolah-olah banyak, padahal hanya sedikit itu. Kira-kira seperti itulah yang ada di pikiran mereka yang merasa terganggu dan ternoda perasaannya meskipun sebenarnya Ahok bukanlah manusia “sangat baik” dan tidak pernah salah karena memang ada yang harus diperbaiki dalam diri Ahok, yaitu soal “etika”.

            Etika memang harus diperbaiki, tetapi hukum tidak berkaitan sama sekali dengan etika tersebut. Jangan karena etikanya kurang baik, hukuman yang dijatuhkan adalah karena “penodaan agama”.

            Saya sendiri merasa “ternoda” dan “terperkosa” logika dan pikiran. Orang-orang seperti saya ini tidak ada hubungannya dengan Ahok karena bukan soal individu atau orangnya yang dipikirkan, tetapi jalan logikanya harus benar, jelas, dan tidak merusakkan tatanan berpikir yang jernih.

            Berkali-kali saya menulis hal ini dan tidak pernah ada yang mau membantah saya atau berdebat dengan saya. Tampaknya semua orang pengecut berdebat dengan saya.

            Ahok itu divonis telah melakukan penodaan agama atau ayat Al Quran.

            Ayat yang mana yang telah dinodai oleh Ahok?

            QS Al Maidah : 51?

            Memangnya, apa sebenarnya isinya QS Al Maidah : 51 itu?

            Saya sudah berulang-ulang menjelaskan bahwa ayat itu bukan pelarangan untuk memilih pemimpin beragama Kristen atau Yahudi dalam segala situasi. Ayat itu berupa larangan untuk menjadikan Kristen dan Yahudi sebagai pelindung atau kepercayaan atau pemimpin ketika terjadi perang yang melibatkan kaum Kristen dan Yahudi menjadi pengkhianat perdamaian dengan kaum muslimin. Hal itu bisa dibuktikan dari asbabun nuzul, sejarah Nabi Muhammad saw yang ilmiah, dan kehidupan sehari-hari manusia.

            MUI tidak pernah mempermasalahkan menteri beragama Kristen, manajer badminton beragama Kristen, RW beragama Kristen, pemimpin paduan suara beragama Kristen, ketua koperasi beragama Kristen, hakim pemimpin sidang beragama Kristen, tetapi mengapa Ahok tidak boleh dipilih hanya karena agamanya Kristen?

            Kenyataan seperti itu sudah memperkosa logika dan pikiran.

            Apalagi jika kita sudah memahami dengan benar pemahaman yang benar mengenai kandungan QS Al Maidah : 51 sesuai dengan ilmu pengetahuan dan bukan hawa nafsu, Ahok sama sekali tidak menodai QS Al Maidah : 51 dan tidak menodai pemahaman yang benar mengenai QS Al Maidah : 51. Akan tetapi, Ahok memang benar-benar menodai pemahaman yang salah mengenai QS Al Maidah : 51. Pemahaman-pemahaman yang salah itulah yang diserang dan dinodai Ahok. Jadi, jika Ahok dinyatakan bersalah, artinya hakim seolah-olah menilai bahwa pemahaman yang salah itu adalah pemahaman yang benar.

            Hal itu benar-benar membuat pikiran dan logika saya terperkosa. Saya merasa kekuasaan hukum sedang menjajah pikiran dan logika manusia.

            Kalaulah etika Ahok yang disalahkan, boleh-boleh saja karena memang salah sesuai nilai etika masa kini. Akan tetapi, seharusnya bukan karena etika itu, Ahok divonis sebagai penghina atau penoda agama. Ahok adalah penoda pemahaman yang salah mengenai QS Al Maidah : 51. Itulah jalan pikiran saya.

            Koreksi saya jika saya salah. Debat saya jika kalian adalah orang-orang yang benar. Saya senang dikoreksi dan didebat secara ilmu pengetahuan. Saya juga senang jika saya disalahkan berdasarkan ilmu pengetahuan sehingga saya bisa memperbaiki diri. Akan tetapi, saya tidak akan menerima hal apa pun yang melanggar logika dan jalan pikiran yang benar.

            Dengan banyaknya perasaan dan logika yang merasa ternoda, jangan harap situasi akan cepat stabil. Kalaupun mereda, hanya akan sementara untuk kemudian muncul lagi dan lagi.

            Saya tidak begitu peduli soal Ahok bebas atau tetap di dalam penjara, saya hanya ingin mengerti dengan benar persoalan ini sesuai dengan jalan pikiran dan logika yang benar. Hal itu disebabkan jika kasus-kasus yang tidak masuk akal seperti ini terus-terusan ada, bangsa Indonesia tidak akan pernah melangkah maju lebih jauh lagi karena akan terus-terusan mempersoalkan hal-hal yang tidak masuk akal semacam ini dan tidak pernah akan berhenti.

            Cita-citanya sih bagus bahwa Indonesia akan menjadi super power pada masa depan, tetapi sungguh cita-cita itu hanya sebuah khayalan jika hal-hal yang tidak masuk akal dan hanya memuaskan hawa nafsu terus-terusan menghambat konsentrasi rakyat.

            Jadi, siapa yang salah kalau kata Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Soekarno umat Islam akan tetap hina, mesum, dan tertinggal seribu tahun karena persoalan-persoalan tidak masuk akal?

            Siapa yang salah?

            Kalian!


            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment