Sunday 21 May 2017

Cara Halal Memakan Harta Orang Lain

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Memakan harta orang lain itu ada dengan cara haram dan ada dengan cara halal. Cara yang haram adalah korupsi, memeras, merampok, mencuri, dan melakukan penipuan. Adapun cara yang halal adalah “berdagang atas dasar suka sama suka”.

            Berdagang barang atau jasa adalah cara yang dihalalkan oleh Allah swt untuk dilakukan dalam memakan harta orang lain. Di dalam berdagang itu ada harta orang lain yang kita ambil. Misalnya, kita membeli barang yang harganya Rp10.000,-, lalu kita jual lagi dengan harga Rp11.000,-. Harga sebenarnya adalah Rp10.000,-, tetapi ketika kita menjualnya menjadi Rp11.000,-. Artinya, ada kelebihan harga yang kita tetapkan sebesar Rp1.000,- daripada harga yang sebenarnya. Kelebihan itulah sesungguhnya yang dimaksud dengan harta orang lain. Pengambilan harta orang lain seperti itu sangat diperbolehkan oleh Allah swt.

            “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu….” (QS An Nisa 4 : 29)

            Meskipun diperbolehkan mengambil harta orang lain dengan jalan seperti itu yang biasanya kelebihan harta itu disebut laba, tetapi tetap harus dalam koridor “suka sama suka” atas dasar saling “rela sama rela”. Tidak boleh ada pemaksaan, baik dari Si Penjual maupun dari Si Pembeli. Jangan sampai penjual melakukan penekanan kepada pembeli dengan harga yang terlalu tinggi sehingga pembeli merasa terpaksa membelinya. Jangan melakukan monopoli karena akan membuat pembeli tidak rela. Para pembeli memang tetap akan membelinya karena tidak ada pilihan lain, tetapi hatinya dalam keadaan tidak senang, marah, dan kecewa. Perdagangan seperti itu bukanlah atas dasar “suka sama suka”, melainkan upaya pemerasan yang dilakukan penjual kepada pembeli. Perilaku seperti itu sangat tidak disukai Allah swt. Jika itu terjadi, Allah swt akan menurunkan hukuman kepada para penjual pemeras itu, baik di dunia ini maupun di akhirat nanti.

            Bukankah kita sering melihat para pedagang atau businessman yang kaya raya, tetapi hidupnya banyak masalah dan tidak pernah merasa bahagia, bahkan berujung dalam penjara karena narkotika?

            Hal itu disebabkan salah satunya mereka menjual dengan cara memeras kepada para pembelinya dengan memanfaatkan situasi untuk mendapatkan keuntungan secara curang.

            Demikian pula sebaliknya, para pembeli pun tidak boleh memaksakan harga sesuai dengan keinginan pembeli sehingga merugikan penjual. Pembeli bisa saja menekan seorang penjual barang dengan harga serendah mungkin. Jika penjual itu tidak mau menjualnya, pembeli memaksa penjual dengan mengancam akan membunuhnya atau melakukan penyiksaan kepadanya. Cara seperti ini pun bukan atas dasar “suka sama suka”, melainkan upaya pemerasan, premanisme, curang, dan penjajahan. Hal ini sangat dibenci oleh Allah swt. Pembeli pemeras semacam ini akan didatangi berbagai kesulitan dan permasalahan-permasalahan dunia yang membuat dirinya hidup dalam keadaan gelisah dan tidak pernah bahagia.

            Bukankah banyak para pembeli yang sok jago ini berakhir dalam kerugian dan penderitaan panjang?

            Para penjual dan pembeli yang berbisnis secara curang, pemerasan, dan pemaksaan tidaklah berbisnis sebagaimana yang diharapkan Allah swt. Mereka berbisnis tidak atas suka sama suka, tetapi atas dasar keinginan untuk menguasai orang lain dan merugikan orang lain dengan harapan dirinya mendapatkan untung banyak secara curang.

            Bagi mereka, ada hukuman dari Allah swt, baik di dunia ini maupun di akhirat nanti.

            “Siapa yang berbuat demikian dengan cara melanggar hukum dan zalim, akan Kami masukkan dia ke dalam neraka. Yang demikian itu mudah bagi Allah.” (QS An Nisa 4 : 30)

            Berbisnislah dengan baik. Ambil keuntungan yang baik dengan cara suka sama suka dan rela sama rela. Itu lebih baik bagi kita di dunia ini dan di akhirat nanti.


            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment