oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Memakan harta orang lain itu
ada dengan cara haram dan ada dengan cara halal. Cara yang haram adalah
korupsi, memeras, merampok, mencuri, dan melakukan penipuan. Adapun cara yang
halal adalah “berdagang atas dasar suka sama suka”.
Berdagang barang atau jasa adalah cara yang dihalalkan
oleh Allah swt untuk dilakukan dalam memakan harta orang lain. Di dalam
berdagang itu ada harta orang lain yang kita ambil. Misalnya, kita membeli
barang yang harganya Rp10.000,-, lalu kita jual lagi dengan harga Rp11.000,-.
Harga sebenarnya adalah Rp10.000,-, tetapi ketika kita menjualnya menjadi Rp11.000,-.
Artinya, ada kelebihan harga yang kita tetapkan sebesar Rp1.000,- daripada
harga yang sebenarnya. Kelebihan itulah sesungguhnya yang dimaksud dengan harta
orang lain. Pengambilan harta orang lain seperti itu sangat diperbolehkan oleh
Allah swt.
“Wahai orang-orang
yang beriman! Janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil
(tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka
di antara kamu….” (QS An Nisa 4 : 29)
Meskipun diperbolehkan mengambil harta orang lain dengan
jalan seperti itu yang biasanya
kelebihan harta itu disebut laba, tetapi tetap harus dalam koridor “suka sama
suka” atas dasar saling “rela sama rela”. Tidak boleh ada pemaksaan, baik dari
Si Penjual maupun dari Si Pembeli. Jangan sampai penjual melakukan penekanan
kepada pembeli dengan harga yang terlalu tinggi sehingga pembeli merasa
terpaksa membelinya. Jangan melakukan monopoli karena akan membuat pembeli
tidak rela. Para pembeli memang tetap akan membelinya karena tidak ada pilihan
lain, tetapi hatinya dalam keadaan tidak senang, marah, dan kecewa. Perdagangan
seperti itu bukanlah atas dasar “suka sama suka”, melainkan upaya pemerasan
yang dilakukan penjual kepada pembeli. Perilaku seperti itu sangat tidak
disukai Allah swt. Jika itu terjadi, Allah swt akan menurunkan hukuman kepada
para penjual pemeras itu, baik di dunia ini maupun di akhirat nanti.
Bukankah kita sering melihat para pedagang atau businessman yang kaya raya, tetapi
hidupnya banyak masalah dan tidak pernah merasa bahagia, bahkan berujung dalam
penjara karena narkotika?
Hal itu disebabkan salah satunya mereka menjual dengan
cara memeras kepada para pembelinya dengan memanfaatkan situasi untuk
mendapatkan keuntungan secara curang.
Demikian pula sebaliknya, para pembeli pun tidak boleh
memaksakan harga sesuai dengan keinginan pembeli sehingga merugikan penjual.
Pembeli bisa saja menekan seorang penjual barang dengan harga serendah mungkin.
Jika penjual itu tidak mau menjualnya, pembeli memaksa penjual dengan mengancam
akan membunuhnya atau melakukan penyiksaan kepadanya. Cara seperti ini pun
bukan atas dasar “suka sama suka”, melainkan upaya pemerasan, premanisme,
curang, dan penjajahan. Hal ini sangat dibenci oleh Allah swt. Pembeli pemeras
semacam ini akan didatangi berbagai kesulitan dan permasalahan-permasalahan
dunia yang membuat dirinya hidup dalam keadaan gelisah dan tidak pernah
bahagia.
Bukankah banyak para pembeli yang sok jago ini berakhir
dalam kerugian dan penderitaan panjang?
Para penjual dan pembeli yang berbisnis secara curang,
pemerasan, dan pemaksaan tidaklah berbisnis sebagaimana yang diharapkan Allah
swt. Mereka berbisnis tidak atas suka sama suka, tetapi atas dasar keinginan
untuk menguasai orang lain dan merugikan orang lain dengan harapan dirinya
mendapatkan untung banyak secara curang.
Bagi mereka, ada hukuman dari Allah swt, baik di dunia
ini maupun di akhirat nanti.
“Siapa yang berbuat
demikian dengan cara melanggar hukum dan zalim, akan Kami masukkan dia ke dalam
neraka. Yang demikian itu mudah bagi Allah.” (QS An Nisa 4 : 30)
Berbisnislah dengan baik. Ambil keuntungan yang baik
dengan cara suka sama suka dan rela sama rela. Itu lebih baik bagi kita di
dunia ini dan di akhirat nanti.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment