Thursday 11 May 2017

Saatnya Meninggalkan Ulama Terbelakang

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Kehidupan ini berkembang dan terus maju mengikuti putaran roda zaman yang berubah-ubah. Apa pun kondisi kita, siap tidak siap, zaman terus melaju dalam iramanya yang telah ditetapkan Allah swt. Waktu terus berjalan dan meninggalkan semua yang tidak siap. Demikian pula pemahaman-pemahaman dan pelaksanaan ajaran Islam semakin berwarna sesuai dengan kehidupan modern. Islam tidak akan pernah ketinggalan zaman, tetapi selalu saja ditahan-tahan untuk tidak berkembang oleh para ulama yang terbelakang. Mereka adalah ulama-ulama yang jiwanya masih tenggelam dalam dendam lama tentang kisah-kisah kejatuhan kekhalifahan Turki, ulama yang mudah memberikan cap “kafir dan sesat” dengan hal-hal baru yang tidak mereka pahami dengan benar, ulama yang terlalu banyak menyuguhkan dongeng-dongeng irrasional dengan menyandarkan kegaiban pada “kekuasan Allah swt”, ulama yang terlalu menikmati penghormatan umat sehingga berbicara tanpa pengetahuan yang benar, ulama yang terlalu banyak berimajinasi dan menikmati khayalannya untuk disebarkan pada masyarakat, ulama yang enggan untuk berdebat tentang kebenaran karena takut kalah, ulama yang kerap menyatakan dirinya paling benar tentang pemahaman suatu ayat, ulama yang keras kepala, dan lain sebagainya. Mereka adalah ulama-ulama terbelakang yang harus segera ditinggalkan karena akan menghambat kemajuan umat Islam dalam “mengendalikan” manusia. Merekalah yang sesungguhnya membuat umat Islam tetap dalam kondisinya yang lemah dan terbelakang.

            Jujur saja, dengan banyaknya buku referensi yang bisa didapat hari ini dan praktik-praktik spiritual yang bisa dilakukan dengan lebih baik pada zaman ini, banyak sekali ayat Al Quran yang pemahamannya justru berbeda dibandingkan dengan pemahaman lama. Ayatnya tetap sama, tetapi pemahamannya bisa lebih baik. Ulama-ulama terbelakang akan mengatakan bahwa pemahaman yang telah berkembang itu sebagai “sesat” dan “kafir”. Termasuk pula pemahaman tentang QS Al Maidah : 51. Orang-orang menduga bahwa itu larangan untuk memilih Kristen dan Yahudi untuk menjadi pemimpin dalam berbagai situasi, baik perang maupun damai, termasuk dalam sistem politik demokrasi. Sesungguhnya, saya bisa membuat satu buku khusus tentang pemahaman yang benar mengenai QS Al Maidah : 51 yang lebih baik dan berbeda jauh dengan yang diduga orang saat ini. Saya bertanggung jawab penuh terhadap hal itu secara keilmuan. Seandainya ada penerbit yang tertarik menerbitkan naskah itu, saya bersedia menyusunnya untuk menjadi pemicu agar orang-orang berani berpikir, berani mengambil terobosan, dan berani memuliakan Islam dan kaum muslimin dengan cara-cara yang lebih logis, rasional, dan tidak irrasional. Dalam beberapa tulisan di blog ini pun, saya menulis sedikit tentang pemahaman saya tentang QS Al Maidah : 51, bahkan ada yang satu tulisan mencapai enam belas halaman. Saya sengaja menulis itu untuk menantang orang lain berdebat, siapa pun itu. Akan tetapi, ternyata tidak ada yang berani mendebat tulisan saya. Orang-orang mungkin terlalu pengecut dengan alasan “kita harus memperkecil perbedaan dan melebarkan persamaan”. Alasan itu tidak tepat di dalam ilmu pengetahuan karena ilmu pengetahuan itu bersifat “jujur” serta akan mengatakan salah jika dirinya salah dan akan mengatakan benar jika dirinya benar. Alasan itu hanya tepat dalam hubungan hidup sehari-hari ketika kita bersosialisasi. Orang-orang tidak mau mendebat saya mungkin karena ingin selalu berbeda sehingga dapat menggunakan perbedaan itu untuk kepentingan politik dan ekonominya. Sungguh, pemahaman QS Al Maidah : 51 itu lurus dan hanya satu. Hal yang membuat berbeda adalah keterbelakangan dan penggunaan ayat untuk kepentingan politik dan ekonomi.

            Baru-baru ini saya mendengar ulama terbelakang berceramah tanpa ilmu pengetahuan yang benar sehingga menyesatkan orang lain.

            Pengen tahu?

            Dalam ceramahnya dia memuji-muji kemuliaan Ramadhan yang dibumbui dongeng tidak masuk akal, tetapi disampaikan seolah-olah benar.

            Ulama itu berkata, “Saking mulianya bulan Ramadhan yang penuh ampunan, orang-orang yang sekarang sedang disiksa di dalam neraka pun dihentikan siksanya. Mereka diberikan waktu untuk berhenti dari siksa selama bulan Ramadhan.”

            Para pembaca mungkin kalau tidak saya bahas sekarang akan langsung percaya. Apalagi jika ulamanya janggutnya panjang, bajunya longgar kayak orang-orang Arab, sorbannya sedikit lecek, dan di tangannya ada tasbih.

            Iya kan?

            Enak bener orang itu berceramah kayak yang tahu saja. Dia mungkin sudah dimabuk hormat sehingga apa pun yang dia katakan akan dipercaya orang lain. Mungkin para pengikutnya percaya saja 100%, tetapi saya tidak akan pernah percaya karena ceramahnya tidak masuk akal.

            Memangnya siapa yang sudah masuk neraka sekarang?

            Bukankah kiamat belum terjadi?

            Bukankah manusia dikumpulkan di padang Mahsyar belum terjadi?

            Bukankah hari pengadilan akhirat belum terjadi?

            Bagaimana mungkin pengadilannya belum digelar, tetapi sudah ada yang dihukum dalam neraka?

            Untuk apa ada pengadilan akhirat jika sejak sekarang sudah ada yang dihukum berada di dalam neraka?

            Bahkan, menurut Dr. Deden Suhendar, teman saya yang mendapatkan nilai cum laude dari Sastra Arab, Fakultas Sastra, Universitas Padjadajaran Bandung bahwa surga dan neraka itu “belum diciptakan”. Surga dan neraka diciptakan nanti setelah dunia ini dihancurkan. Berdasarkan keterangannya itu sudah pasti belum ada orang yang berada di dalam neraka karena nerakanya juga belum diciptakan.

            Kalau begitu, apa dasar ilmu yang digunakan ulama itu bahwa sudah ada orang yang berada dalam neraka saat ini?

            Itulah ulama terbelakang yang gemar menceramahkan dongeng-dongeng dan bukan ayat-ayat Al Quran.

            Umat Islam harus terbuka untuk menerima pemahaman baru mengenai Islam. Generasi muda pun harus berani “menggebyarkan” pemikiran-pemikiran baru tentang Islam dan jangan takut terhadap para ulama terbelakang yang gemar dengan cap “kafir dan sesat”. Islam itu mendorong kemajuan berpikir dan bukan membatasi hidup manusia  soal halal, haram, sunah, makruh saja. Islam adalah agama yang membebaskan manusia untuk berpikir dan berbuat lebih baik untuk manusia dan kemanusiaan dalam rangka mengabdikan diri kepada Allah swt.

            Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Soekarno mengatakan dengan tegas sekali, Islam is progress, Islam itu kemajuan, begitulah yang telah saya tuliskan di dalam satu surat saya yang terdahulu. Kemajuan bukan hanya karena fardhu atau sunnah, melainkan juga kemajuan karena diluaskan dan dilapangkan oleh aturan jaiz atau mubah yang lebarnya melampaui batas-batas zaman. Islam is progress. Progress berarti barang baru, barang baru yang lebih sempurna, yang lebih tinggi tingkatannya daripada barang yang terdahulu. Progress berarti pembikinan baru, creation baru.”

            Islam itu maju dengan pemikiran baru, bukan statis terkurung aturan-aturan tak logis.


            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment