oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Kehidupan ini berkembang dan
terus maju mengikuti putaran roda zaman yang berubah-ubah. Apa pun kondisi
kita, siap tidak siap, zaman terus melaju dalam iramanya yang telah ditetapkan
Allah swt. Waktu terus berjalan dan meninggalkan semua yang tidak siap.
Demikian pula pemahaman-pemahaman dan pelaksanaan ajaran Islam semakin berwarna
sesuai dengan kehidupan modern. Islam tidak akan pernah ketinggalan zaman,
tetapi selalu saja ditahan-tahan untuk tidak berkembang oleh para ulama yang
terbelakang. Mereka adalah ulama-ulama yang jiwanya masih tenggelam dalam
dendam lama tentang kisah-kisah kejatuhan kekhalifahan Turki, ulama yang mudah
memberikan cap “kafir dan sesat” dengan hal-hal baru yang tidak mereka pahami
dengan benar, ulama yang terlalu banyak menyuguhkan dongeng-dongeng irrasional
dengan menyandarkan kegaiban pada “kekuasan Allah swt”, ulama yang terlalu
menikmati penghormatan umat sehingga berbicara tanpa pengetahuan yang benar,
ulama yang terlalu banyak berimajinasi dan menikmati khayalannya untuk
disebarkan pada masyarakat, ulama yang enggan untuk berdebat tentang kebenaran
karena takut kalah, ulama yang kerap menyatakan dirinya paling benar tentang
pemahaman suatu ayat, ulama yang keras kepala, dan lain sebagainya. Mereka
adalah ulama-ulama terbelakang yang harus segera ditinggalkan karena akan
menghambat kemajuan umat Islam dalam “mengendalikan” manusia. Merekalah yang
sesungguhnya membuat umat Islam tetap dalam kondisinya yang lemah dan
terbelakang.
Jujur saja, dengan banyaknya buku referensi yang bisa
didapat hari ini dan praktik-praktik spiritual yang bisa dilakukan dengan lebih
baik pada zaman ini, banyak sekali ayat Al Quran yang pemahamannya justru
berbeda dibandingkan dengan pemahaman lama. Ayatnya tetap sama, tetapi
pemahamannya bisa lebih baik. Ulama-ulama terbelakang akan mengatakan bahwa
pemahaman yang telah berkembang itu sebagai “sesat” dan “kafir”. Termasuk pula
pemahaman tentang QS Al Maidah : 51. Orang-orang menduga bahwa itu larangan
untuk memilih Kristen dan Yahudi untuk menjadi pemimpin dalam berbagai situasi,
baik perang maupun damai, termasuk dalam sistem politik demokrasi.
Sesungguhnya, saya bisa membuat satu buku khusus tentang pemahaman yang benar
mengenai QS Al Maidah : 51 yang lebih baik dan berbeda jauh dengan yang diduga
orang saat ini. Saya bertanggung jawab penuh terhadap hal itu secara keilmuan.
Seandainya ada penerbit yang tertarik menerbitkan naskah itu, saya bersedia
menyusunnya untuk menjadi pemicu agar orang-orang berani berpikir, berani
mengambil terobosan, dan berani memuliakan Islam dan kaum muslimin dengan
cara-cara yang lebih logis, rasional, dan tidak irrasional. Dalam beberapa
tulisan di blog ini pun, saya menulis sedikit tentang pemahaman saya tentang QS
Al Maidah : 51, bahkan ada yang satu tulisan mencapai enam belas halaman. Saya
sengaja menulis itu untuk menantang orang lain berdebat, siapa pun itu. Akan
tetapi, ternyata tidak ada yang berani mendebat tulisan saya. Orang-orang
mungkin terlalu pengecut dengan alasan “kita harus memperkecil perbedaan dan
melebarkan persamaan”. Alasan itu tidak tepat di dalam ilmu pengetahuan karena
ilmu pengetahuan itu bersifat “jujur” serta akan mengatakan salah jika dirinya
salah dan akan mengatakan benar jika dirinya benar. Alasan itu hanya tepat
dalam hubungan hidup sehari-hari ketika kita bersosialisasi. Orang-orang tidak
mau mendebat saya mungkin karena ingin selalu berbeda sehingga dapat menggunakan
perbedaan itu untuk kepentingan politik dan ekonominya. Sungguh, pemahaman QS
Al Maidah : 51 itu lurus dan hanya satu. Hal yang membuat berbeda adalah
keterbelakangan dan penggunaan ayat untuk kepentingan politik dan ekonomi.
Baru-baru ini saya mendengar ulama terbelakang berceramah
tanpa ilmu pengetahuan yang benar sehingga menyesatkan orang lain.
Pengen tahu?
Dalam ceramahnya dia memuji-muji kemuliaan Ramadhan yang
dibumbui dongeng tidak masuk akal, tetapi disampaikan seolah-olah benar.
Ulama itu berkata, “Saking
mulianya bulan Ramadhan yang penuh ampunan, orang-orang yang sekarang sedang
disiksa di dalam neraka pun dihentikan siksanya. Mereka diberikan waktu untuk
berhenti dari siksa selama bulan Ramadhan.”
Para pembaca mungkin
kalau tidak saya bahas sekarang akan langsung percaya. Apalagi jika ulamanya
janggutnya panjang, bajunya longgar kayak orang-orang Arab, sorbannya sedikit
lecek, dan di tangannya ada tasbih.
Iya kan?
Enak bener orang itu berceramah kayak yang tahu saja. Dia
mungkin sudah dimabuk hormat sehingga apa pun yang dia katakan akan dipercaya
orang lain. Mungkin para pengikutnya percaya saja 100%, tetapi saya tidak akan
pernah percaya karena ceramahnya tidak masuk akal.
Memangnya siapa yang sudah masuk neraka sekarang?
Bukankah kiamat belum terjadi?
Bukankah manusia dikumpulkan di padang Mahsyar belum
terjadi?
Bukankah hari pengadilan akhirat belum terjadi?
Bagaimana mungkin pengadilannya belum digelar, tetapi
sudah ada yang dihukum dalam neraka?
Untuk apa ada pengadilan akhirat jika sejak sekarang
sudah ada yang dihukum berada di dalam neraka?
Bahkan, menurut Dr. Deden Suhendar, teman saya yang
mendapatkan nilai cum laude dari Sastra
Arab, Fakultas Sastra, Universitas Padjadajaran Bandung bahwa surga dan neraka
itu “belum diciptakan”. Surga dan neraka diciptakan nanti setelah dunia ini
dihancurkan. Berdasarkan keterangannya itu sudah pasti belum ada orang yang
berada di dalam neraka karena nerakanya juga belum diciptakan.
Kalau begitu, apa dasar ilmu yang digunakan ulama itu
bahwa sudah ada orang yang berada dalam neraka saat ini?
Itulah ulama terbelakang yang gemar menceramahkan
dongeng-dongeng dan bukan ayat-ayat Al Quran.
Umat Islam harus terbuka untuk menerima pemahaman baru
mengenai Islam. Generasi muda pun harus berani “menggebyarkan”
pemikiran-pemikiran baru tentang Islam dan jangan takut terhadap para ulama
terbelakang yang gemar dengan cap “kafir dan sesat”. Islam itu mendorong
kemajuan berpikir dan bukan membatasi hidup manusia soal halal, haram, sunah, makruh saja. Islam
adalah agama yang membebaskan manusia untuk berpikir dan berbuat lebih baik
untuk manusia dan kemanusiaan dalam rangka mengabdikan diri kepada Allah swt.
Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Soekarno mengatakan
dengan tegas sekali, “Islam is progress, Islam itu kemajuan, begitulah
yang telah saya tuliskan di dalam satu surat saya yang terdahulu. Kemajuan
bukan hanya karena fardhu atau sunnah, melainkan juga kemajuan karena
diluaskan dan dilapangkan oleh aturan jaiz
atau mubah yang lebarnya
melampaui batas-batas zaman. Islam is progress. Progress berarti barang baru,
barang baru yang lebih sempurna, yang
lebih tinggi tingkatannya daripada barang yang terdahulu. Progress berarti pembikinan baru, creation baru.”
Islam itu maju dengan
pemikiran baru, bukan statis terkurung aturan-aturan tak logis.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment