Saturday 6 May 2017

Sistem Pemerintahan Islam

 oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya
Sesungguhnya, saya tidak pernah mengerti apa itu yang disebut sistem pemerintahan Islam. Hal itu disebabkan Allah swt dan Nabi Muhammad saw sendiri tidak pernah “mengharuskan, memerinci, dan menegaskan” sebuah sistem pemerintahan tertentu yang “wajib” dilaksanakan. Kalau ada, sebutkan surat apa dan ayat ke berapa di dalam Al Quran. Kalau ada, sebutkan hadits shahih mana yang menjelaskan hal tersebut.

            Di antara para pengkaji Islam sendiri banyak pendapat tentang sistem pemerintahan Islam. Ada yang bernostalgia dengan sistem kekhalifahan sehingga berpendapat bahwa sistem khilafah adalah sistem pemerintahan Islam. Padahal, sistem ini sudah hancur sejak lama, sebagaimana sistem pemerintahan lain pada zamannya yang digunakan Romawi dan Mongol. Pada saat itu ketiga kekuatan dunia ini, yaitu kekhalifahan di Timur Tengah, Romawi, dan Mongol sering berseteru untuk mempertahankan diri dan memperluas wilayahnya. Teori yang dipergunakan mereka adalah pertahanan yang terbaik adalah melakukan penyerangan ke pihak lain. Alhasil, ketiga kekuatan sistem pemerintahan itu runtuh.

            Ada pula yang berpendapat bahwa sistem demokrasi adalah sesuai dengan cita-cita Islam, terutama demokrasi parlementer. Ada banyak kajian tentang hal ini.

            Dari beberapa pendapat yang beredar, semuanya memiliki dasar pemikiran masing-masing. Itu artinya setiap pemikir boleh berpendapat, setiap orang boleh berpendapat. Tak ada larangan untuk itu. Selama hal itu berputar dan “berasyik-asyik” dalam perbedaan pemikiran dan pendapat, semuanya tetap dalam koridor kehidupan yang “beradab”. Akan tetapi, jika setiap pendukung pemikiran-pemikiran itu menganggap bahwa pemikirannya adalah “kehendak Allah swt” dan paling suci sehingga mengkafir-kafirkan orang lain yang berbeda pendapat, kehidupan pun menjurus ke arah “tidak beradab” alias “biadab”.  Perilaku-perilaku yang menjurus ke arah biadab inilah yang harus “diperangi” karena merusakkan nama baik Islam dan mengganggu keharmonisan hidup manusia.

            Kata Nabi Muhammad saw, “Akan datang suatu masa ketika orang-orang yang pendek pikiran mengobarkan perang. Orang yang paling mulia adalah orang yang memerangi mereka.”

            Jika orang-orang yang pendek pikiran itu mengobarkan perang fisik, harus dihentikan dengan perlawanan fisik juga. Akan tetapi, jika mereka tidak melakukannya, tetap harus diperangi dengan pemikiran yang jernih, pendapat yang memiliki dasar kuat, dan nasihat yang mengarah pada kehidupan rahmatan lil alamin.

            Kalaulah disebutkan bahwa sistem pemerintahan Islam adalah yang menegakkan hukum-hukum Allah swt, lantas yang disebut hukum Allah swt itu apa?

            Potong leher?

            Potong tangan?

            Cambuk?

            Lempar batu?

            Terus, apa lagi?

            Cukupkah sebuah negara hanya diatur oleh hukum-hukum itu?

            Bagaimana cara pemerintahan Islam menerapkan hukum Allah swt ketika negara hendak mengatur tentang hukum-hukum kelautan, hukum pendistribusian Puskesmas, hukum pemerataan pembangunan infrastruktur?

            Pasti tidak ada ayat yang jelas tentang hal itu.

            Saya lebih suka dengan pendapat Amien Rais dan Abdurahman Wahid. Mereka berpendapat bahwa Islam itu adalah “jiwa kita”. Artinya, apa pun yang dilakukan kita dalam berbangsa dan bernegara, jiwa Islam kita itu menjadi semangat dan koridor dalam menyelenggarakan negara, termasuk ketika membuat suatu undang-undang. Tidak perlu menggunakan istilah negara Islam atau pemerintahan Islam. Jika kita berjiwa Islam dan jiwa itu menjadi semangat sekaligus koridor dalam menjalankan pemerintahan, jadilah kita, Indonesia, “bersistem pemerintahan Islami”.

           
Pendapat Demokrasi Sesuai dengan Islam
Mereka yang sudah meninggalkan nostalgia kekhalifahan berpendapat bahwa sistem demokrasi parlementer adalah sesuai dengan cita-cita Islam. Pendapat ini pun bisa dikoreksi, diakui, dikritik, atau diperdebatkan.

            Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Soekarno pernah mendebatnya.

            “Brochure Tuan A.D. Hasnie saya perhatikan betul. Buat sekarang. Sesudah saya baca brochure Hasnie itu secara sambil lalu, maka bisalah sudah saya katakan bahwa ‘cara pemerintahan’ yang diterangkan di situ tidaklah memuaskan saya karena kurang up to date.

            Begitukah hukum kenegaraan Islam?

            Tuan A.D. Hasnie menerangkan bahwa demokrasi parlementer itu cita-cita Islam.

            Akan tetapi, sudahkah demokrasi parlementer itu menyelamatkan dunia?

            Memang sudah menjadi anggapan tua (kuno: peny.) bahwa demokrasi parlementer itu puncaknya ideal cara pemerintahan. Juga Moh. Ali, di dalam ia punya tafsir Quran yang terkenal mengatakan bahwa itulah idealnya Islam.

            Padahal, ada cara pemerintahan yang lebih sempurna lagi yang juga bisa dikatakan cocok dengan azas-azas Islam!”

            Kita bisa lihat bukan ada banyak pendapat di kalangan pengkaji Islam sendiri mengenai sistem pemerintahan yang dianggap cocok dengan Islam?

            Perbedaan pendapat itu sah. Kritikan Soekarno juga sah. Menyalahkan pendapat orang lain juga sah. Mendukung pendapat orang lain juga sah. Hal yang tidak sah adalah mengkafirkan orang lain yang berbeda, memvonisnya sebagai calon penghuni neraka, menuduhnya sesat, menganggapnya sebagai musuh apalagi musuh bebuyutan, dan lain sebagainya. Selama itu pendapat manusia, boleh manusia lain berbeda pendapat. Kalau sudah berbeda ayat Al Quran, baru itu salah satu ada yang kafir dan pasti masuk neraka jika kekafiran itu dibawa sampai mati.


Indonesia Islami
Sesungguhnya, Indonesia itu sudah memiliki modal dasar yang kuat untuk menjalankan sistem pemerintahan yang Islami. Sumber dasar hukum pertama di Indonesia adalah Proklamasi Kemerdekaan. Itu sudah sangat Islami yang menegaskan pembebasan diri dari penjajahan dan perbudakan manusia atas manusia lainnya. Kemudian, ada Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya memuat Pancasila. Itu juga sangat Islami dengan menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia merupakan berkat rahmat Allah swt dan dengan didorong oleh keinginan yang luhur. Setelah itu, tujuan nasional bangsa Indonesia pun sudah sangat Islami, yaitu mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya yang makmur lahir dan makmur batin.

            Di mana bertentangannya dengan Islam?

            Kalaulah memang dirasakan masih ada yang kurang Islami dalam penyelenggaraan negara atau penyusunan undang-undang, gunakan lembaga-lembaga negara yang ada, seperti, eksekutif, legislatif, dan yudikatif untuk menyalurkan aspirasi Islami yang kita perjuangkan.

            Bukankah kalian-kalian juga yang memilih mereka duduk di kursi kekuasaannya?

            Dorong kekuasaan yang mereka miliki untuk memperjuangkan aspirasi Islami kita. Kalau ternyata mereka tidak mendengarkan aspirasi Islami rakyat Islam, salahkan diri sendiri.

            Mengapa kita memilih mereka?

            Salahkan diri sendiri.

            Mengapa kalian ikut menikmati bantuan-bantuan dana dari mereka?

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment