Wednesday, 3 May 2017

Soekarno Meragukan Isra Miraj

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya
Sekarang bertambah lagi pengetahuan kita tentang orang yang tidak meyakini Isra Miraj dengan segala dongengnya itu. Dalam tulisan yang lalu-lalu berjudul Bukan Al Aqsha Yang Itu, Melainkan The Real Al Aqsha, saya menuliskan bahwa para akademisi masa lalu pun sudah meragukan Isra Miraj dan kisah Masjid Al Aqsha di Palestina. Kemudian, kita tahu bahwa Prof. Fahmi Basya melakukan penelitian tentang Borobodur yang mengakibatkan kehancuran dongeng-dongeng tentang Isra Miraj dan Masjid Al Aqsha. Saya sendiri pun mengalami pengalaman spiritual yang sulit dijelaskan sampai hari ini ketika saya ditugasi melakukan peliputan di Candi Borobudur sekitar 1998.

            Para akademisi masa lalu memberikan kesimpulan bahwa pengagungan terhadap Masjid Al Aqsha di Palestina adalah disebabkan oleh berkembangnya genre sastra Al Fadhail yang mengisahkan sejarah kota-kota. Kisah-kisah itu diminati banyak orang dan dianggap sebagai kebenaran sehingga mengakibatkan naiknya derajat Al Aqsha dan Yerusalem melebihi keterangan dari Al Quran sendiri. Hal itu pun diduga adanya kesengajaan dari Dinasti Umayah untuk memperkokoh posisi politiknya. Jalur yang digunakan para akademisi masa lalu itu adalah melalui ilmu politik dan ilmu pemerintahan.

            Adapun Fahmi Basya memaparkan pembuktian bahwa Candi Borobudur dibangun oleh Nabi Sulaeman as adalah menggunakan jalur lain. Jalur yang digunakan Fahmi Basya adalah melalui ilmu Matematika Islam. Hasil penelitian ini tentu saja menghancurkan dongeng-dongeng tentang Isra Miraj dan Masjid Al Aqsha karena dalam penelitiannya, Fahmi Basya mengatakan bahwa Candi Borobudur-lah yang dimaksudkan Allah swt sebagai Masjid Al Aqsha (Masjid Terjauh). Semua yang menentangnya hanya menggunakan bahasa emosional dan tidak menggunakan pengetahuan yang memadai, apalagi melakukan penelitian ulang untuk membantah Fahmi Basya.

            Presiden ke-1 RI Soekarno meragukan kisah-kisah Isra Miraj yang selama ini beredar luas. Soekarno menginginkan penjelasan yang bisa diterima oleh akal dan tidak bisa hanya diterima oleh rasa “percaya” saja. Jalur yang ingin dilalui Soekarno adalah menggunakan ilmu psikologi dan parapsikologi.

            Saya sendiri karena mengalami pengalaman spiritual luar biasa di Candi Borobudur, sulit sekali menjelaskannya dengan kalimat-kalimat yang baik sampai hari ini. Akan tetapi, pelajaran yang saya dapatkan dari Borobudur adalah relief-relief di Candi Borobudur itu merupakan pengajaran shalat khusyuk dan pengajaran peningkatan kualitas hidup setahap demi setahap untuk menjadi insan kamil, ‘insan paripurna’. Di samping itu, sebagai wartawan, saat itu, dalam setiap perjalanan saya ke mana pun, kerap menemukan hal-hal yang menguatkan keyakinan bahwa memang benarlah Borobudur itu adalah bangunan Islami. Hal yang lebih menguatkan lagi adalah adanya data-data sejarah yang tak bisa dibantah, misalnya, Isra Miraj terjadi pada 620 M, sedangkan pada tahun itu di area Al Aqsha belum ada masjid dan masih dijaga ketat oleh pasukan Romawi. Pasukan Romawi yang gemar mabuk-mabukan dan berpesta itu baru pergi dari sana setelah dikalahkan oleh Umar bin Khattab ra pada 636 M. Kemudian, di tempat itu dibangun Masjid Umar pada 638 M. Masjid itu diperlebar dan diperluas pada dinasti-dinasti berikutnya. Namanya pun diganti menjadi Masjid Al Aqsha.

            Ada hal yang menarik antara Fahmi Basya dengan Soekarno. Fahmi Basya mengakui ketika dirinya dipenjara di Sukamiskin Bandung, kamar tahanannya bersebelahan dengan kamar tempat Soekarno ditahan dulu. Ia mengakui bermimpi bertemu Soekarno dan diperintahkan untuk “menggali Borobudur”. Ia pun melakukan penelitian di Borobudur dan hasilnya seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa Candi Borobudur dibangun oleh Nabi Sulaeman as. Di samping itu, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Candi Borobudur-lah yang sebenarnya dimaksud Allah swt sebagai Masjidil Aqsha. Tentu saja hasil penelitiannya menghancurkan dongeng-dongeng Isra Miraj dan dongeng tentang Masjid Al Aqsha di Palestina.

            Ternyata … eh … ternyata Soekarno pun memang meragukan kisah-kisah Isra Miraj yang selama ini berkembang luas di seluruh dunia. Ia mengatakan keraguannya itu ketika dibuang di Endeh, Flores kepada tokoh Persatuan Islam A. Hasan di Bandung melalui suratnya.

SOEKARNO.Foto: baeksoo11.blogspot.co.id
            “ Di dalam daftar buku, saya baca, Tuan ada sedia Djawahirul Bukhari. Kalau Tuan tiada berkeberatan, saya minta buku itu, di situ banyak pengetahuan pula yang saya bisa ambil. Kalau Tuan tak keberatan pula, saya minta Keterangan Hadits Miraj sebab saya mau bandingkan dengan saya punya pendapat sendiri dan dengan pendapat Essad Bey yang di dalam salah satu bukunya mengasih gambaran tentang kejadian ini. Menurut keyakinan saya, tak cukuplah orang yang menafsirkan miraj dengan ‘percaya’ saja, yakni dengan mengecualikan akal. Padahal, keterangan yang rasionalistis di sini ada. Siapa kenal sedikit ilmu psikologi dan parapsikologi, ia bisa mengasih keterangan yang rasionalistis itu.

            Kenapa sesuatu hal harus digaib-gaibkan kalau akal sedia menerangkannya?”

            Soekarno telah wafat. Ia mungkin belum mendapatkan jawaban yang benar tentang Isra Miraj. Meskipun demikian, ia telah menjadi salah seorang pemimpin besar yang memperkuat keyakinan bahwa bukanlah Masjid Al Aqsha di Palestina itu yang dimaksud Allah swt, Borobudur-lah sesungguhnya yang dimaksud Allah swt seperti yang ia perintahkan dalam mimpi Fahmi Basya untuk menggali Borobudur.

            Jadi, masihkah kita percaya dengan dongeng sebelum bobo bahwa Nabi Muhammad saw pergi terbang menggunakan cewek berbadan kuda bersayap itu?

            Dulu poster cewek kuda bersayap itu ada di mana-mana. Di gedung pemerintahan, di perkantoran, di sekolah-sekolah, pesantren-pesantren, di rumah-rumah pejabat, orang kaya, kiyai, guru agama, sampai ada di rumah-rumah orang miskin. Pokoknya, poster cewek terbang berbadan kuda yang ada sayapnya adalah poster paling populer saat itu. Akan tetapi, sekarang hilang tiba-tiba, entah kenapa.

            Di mana poster-poster itu saat ini?

            Kenapa tidak pada dipasang lagi?

            Malu, ya?

            Harus malu atuh karena itu cuma dongeng dan sama sekali bukan kenyataan.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment