oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Sebuah atau sejumlah bangunan
didirikan biasanya disesuaikan dengan rasa manusia yang mendirikannya atau
pemiliknya. Di dalam proses pembangunan itu terlibat rasa keindahan, kepatutan,
kemegahan, keyakinan, kekuatan, serta kesesuaian dengan kesediaan lahan dan
kondisi alam. Di seluruh dunia, baik kaya maupun miskin, hal-hal itu selalu ada
dalam setiap proses membangun sebuah bangunan, baik bangunan pribadi maupun
bangunan publik.
Di Indonesia ini bangunan-bangunan megah peninggalan masa
lalu, baik yang sudah muncul ke permukaan di hadapan publik maupun yang masih
terpendam dalam tanah akibat bencana dahsyat masa lalu memiliki kesamaan
keyakinan, yaitu keyakinan terhadap adanya Zat Tertinggi yang kita kenal dalam
bahasa Indonesia dengan sebutan “Tuhan Yang Menguasai Seluruh Kehidupan”.
Kekuasaan zat tertinggi ini hanya berada pada Satu Zat, tidak dua, tiga, atau
lebih. Nenek moyang Indonesia hanya yakin bahwa semua kekuasaan berujung pada
kekuasaan tunggal. Apa pun nama agamanya, leluhur Indonesia keyakinannya hanya
satu, yaitu Pencipta Mahatunggal dan Penguasa Mahatunggal. Hal ini menunjukkan
bahwa Allah swt telah menurunkan banyak sekali nabi di Indonesia dengan bahasa
kaumnya masing-masing dan berasal dari kaumnya masing-masing.
“Tiap-tiap umat
mempunyai rasul, maka apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah keputusan
antara mereka dengan adil dan mereka (sedikit pun) tidak dianiaya.” (QS
Yunus 10 : 47)
“Kami tidak
mengutus seorang rasul pun melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat
memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa
yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan
Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Ibrahim 14 : 4)
“Dan Kami tidak
mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya
bahwa tidak ada Tuhan (yang haq) melainkan Aku, maka sembahlah Aku olehmu
sekalian.” (QS Al Anbiya 21 : 25)
Keyakinan adanya Zat Tertinggi Maha Tunggal yang berasal
dari para nabi itu diwujudkan dalam berbagai seni “arsitektur gunungan”. Baik
rumah pribadi, bangunan publik, maupun tempat ibadat, selalu mengambil
arsitektur gunungan. Bentuk arsitektur semacam ini mengungkap rasa keyakinan
keagamaan yang sangat kuat dan berkembang saat itu.
Arsitektur gunungan menandakan adanya tahapan-tahapan
keyakinan manusia dalam menempuh hidup dalam mencapai kesempurnaan. Di samping
itu, menyimbolkan perjuangan manusia untuk mencapai keridhoan Tuhan. Perjuangan
mencapai derajat kesalehan menemui Tuhan harus dimulai dari bawah. Hal itu pun
menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat gunungan, semakin kecil atau semakin
sedikit jumlah manusia yang mampu terus meningkatkan kualitas dirinya.
Dr. Abay D. Subarna
menuturkan arsitektur gunungan dalam artikelnya yang berjudul Tinjauan Estetika Atas Sejumlah Temuan Karya
Seni Rupa dan Arsitektur di Tanah Pasundan (1991). Menurutnya,
bentuk-bentuk arsitektur yang serupa di Jawa Barat terjadi pula di tempat lain
dan senantiasa berkesinambungan dari masa ke masa. Ia mencontohkan berbagai
arsitektur masa lalu hingga masa kini, di antaranya, Candi Cangkuang, Gua Sunyaragi, Masjid Banten, dan Lukisan Sadali. Jika diperhatikan,
semuanya memiliki arsitektur gunungan. Jangan dilupakan pula bahwa Candi Borobudur
juga berarsitektur gunungan.
CANDI CANGKUANG. Sumber Foto: www.nasionalisme.co |
MASJID BANTEN. Sumber Foto: www.raddien.com |
GUA SUNYARAGI. Sumber Foto: wisatadanbudaya.blogspot.co.id |
LUKISAN SADALI: Sumber Foto: harian.analisadaily.com |
CANDI BOROBUDUR. Sumber Foto: id.wikipedia.org |
Bentuk gunungan yang memiliki beberapa tahapan itu selalu
minimal tiga tahap, sebagian lebih dari tiga tahap. Ketiga tahap itu kerap
dinyatakan sebagai simbol dari iman, Islam, ihsan. Iman merupakan
keyakinan yang berasal dari pengetahuan yang diterima. Islam merupakan keimanan
yang diwujudkan dalam kepatuhan untuk mencapai kesempurnaan. Ihsan merupakan
kesadaran tertinggi bahwa dirinya dan Allah swt tidak bisa dipisahkan. Allah
swt sangat dirasakan teramat dekat dan berada bersama dirinya sehingga
tindak-tanduknya mewujudkan sifat-sifat Allah swt di muka Bumi.
Arsitektur gunungan adalah arsitektur khas Nusantara yang
berasal dari keyakinan adanya Zat Tertinggi Satu-satunya, Tunggal, dan tak ada
yang mampu menyaingi-Nya. Itu adalah ilmu tauhid.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment