oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Terlalu lama kita diajari
bahwa untuk mencari nafkah, kekayaan, atau kedudukan adalah dengan cara “kerja
keras” serta hanya menggunakan “otak dan otot”. Kita terpengaruhi oleh ajaran
itu untuk memaksimalkan otot dan otak dalam bekerja sehari-hari. Cara-cara itu
sesungguhnya adalah cara hidup yang kapitalistis dan komunistis. Akibatnya,
ketika kita menghadapi masa sulit dan masa kesusahan, kerap merasa bingung
karena meskipun telah memaksimalkan kerja otak dan kerja otot, situasi tetap
tidak kunjung membaik. Kalaupun ada perbaikan, lamanya bukan main, sangat
meletihkan.
Sungguh, ada satu hal yang sering kita lupakan, yaitu
kebiasaan “berbagi” dengan sesama, terutama berbagi dengan orang-orang miskin
ketika kita berada dalam masa makmur. Ketika kita berada dalam kemakmuran, kita
lupa untuk bersedekah, lupa menyantuni fakir miskin, lupa menolong orang-orang
lemah, lupa berbagi kebahagiaan dengan orang lain, lupa menyambungkan tali silaturahmi
dengan orang-orang tidak beruntung.
Sesungguhnya, ketika kita diberi banyak kemudahan,
kelonggaran, dan kemakmuran, Allah swt memberikan jalan agar kemakmuran kita
itu langgeng, bahkan bertambah lebih besar. Ketika kita diberi banyak kemudahan,
saat itulah kesempatan kita sebenarnya untuk mempertahankan berbagai kemudahan
yang kita dapat sehingga lebih mudah lagi dan lagi. Ketika kita berada dalam
keadaan “kaya”, sesungguhnya hal yang akan menambah kekayaan kita adalah bukan
hanya kerja otak dan otot, ada cara lain untuk menambah kekayaan yang lebih
besar, lebih mudah, dan lebih langgeng, yaitu dengan cara “berbagi” dengan
orang-orang yang lebih susah dibandingkan kita.
Rasulullah Muhammad saw pernah meminta kepada Allah swt.
Rasul menginginkan umat Islam memiliki banyak pahala dan banyak memiliki
kebaikan dalam hidupnya. Allah swt memberikan jawaban kepada Muhammad saw bahwa
cara untuk memperbanyak kebaikan dan pahala dalam hidup adalah dengan “berbagi”
bersama orang-orang miskin dan berpartisipasi dalam upaya menegakkan kemuliaan
Islam dan kaum muslimin.
Dalam hadits shahih, riwayat Ibnu Hibban, Ibnu Abi Hatim,
dan Ibnu Marwadawaih, Ibnu Umar ra berkata bahwa Muhammad saw pernah berdoa, ‘Ya Allah, tambahkanlah pahala dan kebaikan
yang berlipat ganda pada umatku.”
Allah swt pun
menjawab, “Siapa yang meminjami Allah
dengan pinjaman yang baik, maka Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan
banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu
dikembalikan.” (QS Al Baqarah 2 : 245)
Kita bisa lihat bagaimana Allah swt sangat menghormati
orang-orang yang berada dalam kemakmuran. Saking hormatnya, Allah swt
menggunakan kata “meminjam” uang, rezeki, atau apa pun yang baik untuk
digunakan menyantuni orang-orang lemah, miskin, menderita, tidak beruntung, dan
mereka yang sedang berjuang di jalan Allah swt. Padahal, Allah swt tidak perlu
meminjam karena Dia Mahakaya, bahkan kekayaan orang-orang yang sedang makmur
pun sebenarnya berasal dari Allah swt. Lebih jauh dari itu, diri orang-orang
makmur itu pun sebenarnya masih milik Allah swt. Akan tetapi, Allah swt sangat
santun dalam hal ini dengan maksud agar orang-orang makmur itu bertambah
makmur, langgeng kekayaan dan kedudukannya, serta hartanya penuh berkah bersih
dari kekotoran.
Jika berkenan “meminjami” Allah swt berupa uang atau
rezeki lainnya, Allah swt akan melipatgandakan
ganti atas pinjaman itu dengan lebih
banyak. Artinya, kemakmuran orang itu akan semakin makmur dan semakin
langgeng serta bersih penuh berkah hartanya. Jika tidak mau memberikan pinjaman
kepada Allah swt, ada peringatan dari Allah swt bahwa sesungguhnya Allah swt mampu menahan rezeki seseorang dan
mampu pula menambah rezeki seseorang. Semua rezeki semua orang sangat
bergantung kepada-Nya. Allah swt bisa mempersulit hidup seseorang, bisa pula
mempermudah hidup seseorang. Artinya, “pinjamilah” Allah swt jika hidupmu tidak
ingin dipersulit.
Kenyataan sudah menunjukkan hal itu. Tidak pernah ada
seorang dermawan yang jatuh miskin dan bangkrut karena dia gemar berbagi rezeki
kepada orang lain. Semakin baik dia, semakin dermawan dia, semakin kaya dia.
Berbeda dengan penjudi. Tak pernah ada penjudi yang menjadi kaya raya dari
hasil perjudiannya, tetapi justru kebangkrutan yang menghampiri dirinya.
Kalaupun kita pernah melihat seorang penjudi kaya raya, harta bendanya tidak
akan berkah karena dia akan didatangi berbagai permasalahan lain dalam hidupnya
dari berbagai sisi yang membuatnya menderita dan selalu berada dalam kesulitan.
Apabila saat ini kita sedang dalam keadaan susah dan
menderita, ingatlah bahwa Allah swt pernah membuat kita hidup dalam kesenangan,
tetapi kita melupakan upaya kita untuk melanggengkan harta dan kemakmuran kita
dengan jalan “berbagi”. Berdoalah kepada Allah swt agar kita dilepaskan dari
segala kesulitan dan mintalah “kemampuan untuk berbagi” apabila Allah swt
berkenan kembali membuat kita hidup dalam kemakmuran dan kesenangan. Apabila
saat ini kita sedang dalam keadaan makmur, segeralah langgengkan kemakmuran
kita dengan jalan “berbagi”. Itulah jalan untuk memiliki banyak pahala,
kebaikan, kekayaan yang langgeng.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment