Sunday 16 April 2017

Kekhalifahan? Biasa Saja Atuh

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Kita terlalu sering heboh menyikapi sistem politik kekhalifahan. Baik para pendukungnya maupun para penentangnya kerap berlebihan dalam menyikapi fenomena kekhalifahan. Kalau sudah menjadi pendukungnya, heboh banget bersikap seolah-olah besok hari mau perang, seakan-akan besok akan kiamat, atau dikiranya besok akan dimasukkan dalam neraka jika tidak berada dalam sistem kekhalifahan. Demikian pula sebaliknya, para penentangnya sering heboh dalam menghalangi sistem kekhalifahan dan terkadang sangat berlebihan seakan-akan segala yang berbau Islam adalah ancaman, seolah-olah dunia akan dikembalikan pada situasi 1.000 tahun yang lalu, dikiranya Islam akan membunuh hak-hak manusia.

            Apa sih sesungguhnya kekhalifahan atau khilafah itu?

            Kekhalifahan kan hanya sebuah sistem politik. Kekhalifahan hanyalah salah satu sistem politik yang pernah digunakan di dunia ini. Kekhalifahan sederajat dengan sistem-sistem politik lainnya yang hanya bisa berlaku sesuai dengan zaman dan keinginan masyarakatnya.

            Tidak ada perintah langsung dari Allah swt untuk membentuk sistem kekhalifahan. Allah swt memang mengharuskan memberlakukan hukum dengan prinsip qishash artinya adil atau seimbang. Keadilan dan keseimbangan itulah yang harus ditegakkan. Soal sistem politik, bisa yang mana saja asal memenuhi syarat untuk terciptanya keseimbangan dan keadilan.

            Kekhalifahan itu hanya sistem politik biasa seperti monarki absolut, monarki konstitusional, kekaisaran, demokrasi, presidensial, ataupun parlementer. Semua itu hanya merupakan sistem politik yang pernah digunakan manusia dalam mengelola masyarakat. Bisa saja nanti pada masa depan akan ada sistem politik baru yang belum pernah kita kenal seperti saat ini atau bisa juga sistem politik lama diberlakukan kembali. Contohnya, demokrasi. Demokrasi itu sistem politik kuno yang sangat kuno dan disebut kampungan, rendah oleh Plato. Akan tetapi, sistem demokrasi kembali digunakan pada zaman ini dengan berbagai perkembangan baru sesuai dengan pemahaman dan pemikiran masyarakat.

            Tak ada dosa untuk mendukung sistem kekhalifahan. Begitu pula tidak ada dosa jika tidak menyukai sistem kekhalifahan. Tidak ada dosa untuk menyukai dan mendukung monarki absolut, monarki konstitusional, kekaisaran, demokrasi, presidensial, ataupun parlementer. Tidak ada dosa pula untuk tidak setuju terhadap monarki absolut, monarki konstitusional, kekaisaran, demokrasi, presidensial, ataupun parlementer.

            Setuju dan tidak setuju itu boleh. Mau demonstrasi pun boleh untuk menyatakan kesetujuan ataupun ketidaksetujuan itu. Biasa saja.

            Hal yang sangat dilarang dan harus diperangi adalah perilaku memaksakan kehendak, mengintimidasi orang lain, melakukan huru-hara, menimbulkan aksi-aksi teror, menyesatkan pikiran orang lain, serta membuat dan menyebarkan hoax hanya untuk mendukung atau menolak sistem politik tertentu. Kalau masih berada dalam diskusi-diskusi, kajian-kajian boleh-boleh saja, baik mendukung maupun menentang.

            Kekhalifahan itu hanya sebuah sistem politik seperti sistem-sistem lainnya yang bisa dikoreksi, dikritik, maupun dipuji. Semua sistem politik itu mengandung kebaikan dan kelemahan. Sistem politik kekhalifahan pun memiliki kelemahan. Dari awal sistem kekhalifahan sudah menunjukkan kelemahannya.

            Apa itu kelemahannya?

            Khalifah Umar bin Khattab ra dibunuh. Usman bin Affan ra dianiaya. Ali bin Abi Thalib ra diperlakukan dengan keji. Belum lagi perebutan kekuasaan yang terjadi di dalam tubuh dinasti-dinasti kekhalifahan selanjutnya yang berujung pada kehancuran kekhalifahan itu sendiri. Akan tetapi, sistem kekhalifahan pun memiliki banyak hal yang sangat positif hingga menjadi sistem politik paling lama di dunia yang pernah dilaksanakan manusia dengan luas wilayah kekuasaan yang luar biasa. Di samping itu, dalam sistem politik kekhalifahan berkembang pula dengan sangat cepat dan menakjubkan berbagai ilmu pengetahuan, seperti, kedokteran, matematika, arsitektur, kimia, fisika, optik, sastra, astronomi, seni, otomotif, dan lain sebagainya yang mendorong peningkatan manusia hingga pada peradaban modern seperti sekarang ini.

            Demikian pula sistem-sistem politik lain, seperti, monarki absolut, monarki konstitusional, kekaisaran, demokrasi, presidensial, ataupun parlementer. Sistem-sistem itu memiliki banyak kelemahan sekaligus banyak kebaikan. Tak ada sistem politik yang mutlak semuanya baik dan atau mutlak seluruhnya buruk. Selalu ada kebaikan dan selalu ada keburukan.

            Persoalan sistem politik mana yang banyak kebaikannya atau keburukannya, itu harus dihitung dengan benar melalui kajian-kajian ilmiah. Soal sistem politik yang mana yang akan digunakan, itu bergantung kepada kesepakatan masyarakat yang berkehendak untuk menciptakan hubungan pergaulan tertentu di antara masyarakat tersebut.

            Ingin tahu pendapat Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Soekarno tentang kekhalifahan?

            Berikut kutipan tulisan Soekarno pada 1936 tentang yang menyebut-nyebut kekhalifahan.

            “Karena rupanya berhadapan dengan orang interniran politik, seorang kawan muda bertanya, ‘Bagaimana siasatnya supaya zaman kemegahan Islam yang dulu-dulu itu bisa kembali?

            Bukan seratus tahun, tetapi seribu tahun Islam ketinggalan zaman. Kalau Islam tidak cukup kemampuan buat mengejar seribu tahun itu, niscaya akan tetap hina dan mesum. Bukan kembali pada Islam Glory yang dulu, bukan kembali pada zaman khalifah, tetapi lari ke muka, lari mengejar zaman. Itulah satu-satunya jalan buat menjadi gilang-gemilang kembali.

            Kenapa toh kita selamanya dapat ajaran bahwa kita harus mengopi zaman khalifah yang dulu-dulu?

            Sekarang toh tahun 1936 dan bukan tahun 700 atau 800 atau 900?

            Masyarakat toh bukan satu gerobak yang boleh kita “kembalikan” semau-mau kita?

            Masyarakat minta maju, maju ke depan, maju ke muka, maju ke tingkat yang kemudian, dan tidak mau disuruh kembali!

            Begitu kata Presiden Republik Indonesia ke-1 Soekarno. Kita harus maju dan jangan terus-terusan berkhayal atau bermimpi berdasarkan nostalgia kejayaan masa lalu. Masa lalu itu cukup kita sebut dengan golden memories. Akan tetapi, tidak boleh terlalu terobsesi dengan masa lalu karena kita hidup pada masa kini dan menghadapi masa depan. Maju ke depan. Boleh sekali-sekali bernostalgia, tetapi harus berkarya untuk masa depan.

            Orang-orang juga kan suka bernostalgia dengan lagu-lagu masa lalu, sekali-sekali, nggak kelamaan, tetapi tetap berkarya menciptakan lagu-lagu masa kini untuk menyongsong masa depan. Kalau tetap memikirkan nostalgia, berarti kita hidup dalam Tembang Kenangan.

            Bagi kaum muslimin, hal yang harus selalu diperjuangkan adalah sistem politik mana pun yang digunakan hendaknya dapat mengantarkan umat Islam dalam kehidupan yang adil dan seimbang untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat, menciptakan perdamaian dunia, serta menjaga dan menghormati keseimbangan alam.

            Tidak perlu heboh dengan kekhalifahan. Biasa saja atuh.


            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment