oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Ada History, ada his story. History
jelas merupakan ilmu pengetahuan yang membutuhkan ketegasan, kejelasan, data-data,
fakta-fakta, dan bukti-bukti yang mendukung terjadinya sesuatu/peristiwa pada
masa lampau. History adalah ilmu pengetahuan yang harus bisa dilacak
kebenarannya dan wajib berubah jika ditemukan bukti-bukti baru. Adapun his story memiliki arti ceriteranya atau dongeng versi dia. Isinya hanya dongeng dan khayalan. Akan tetapi,
jika dongeng khayalan ini diklaim sebagai sejarah, jatuhlah dongeng ini menjadi
hoax.
Secara sejarah memang
para ahli selalu berjuang untuk membuktikan bahwa Prabu Siliwangi memang adalah
sosok yang pernah hidup dengan gilang gemilang. Saya sendiri menemukan bahwa ajaran
Sunda Wiwitan mirip sekali dengan Islam dan berintikan tauhid. Ilmu tauhid
harus selalu ada campur tangan Allah swt untuk diajarkan pada orang pilihan-Nya
yang disebut nabi. Nabi sendiri
selalu sosok yang protagonis dan penuh kemuliaan. Di suku Sunda tidak ada lagi
sosok yang tanpa cela dan penuh kesempurnaan, kecuali Prabu Siliwangi. Memang
perlu data-data dan bukti-bukti lain untuk memperkuat eksistensi Prabu
Siliwangi sebagai sosok yang pernah berjaya pada masa Benua Sundaland.
Pada saat sosok Prabu Siliwangi menjadi rujukan dan
kerinduan orang Sunda dalam memimpin pemerintahan, celakanya banyak penguasa
yang memanfaatkan sosok Prabu Siliwangi untuk kepentingan kekuasaan dan
legitimasi kekuasaan yang didudukinya. Sering sekali para penguasa ini memesan
ceritera pada juru pantun untuk menampilkan sosok Prabu Siliwangi sesuai dengan
keinginannya. Perilaku para penguasa inilah yang tampaknya berperan besar dalam
mengacaukan sejarah Prabu Siliwangi dan kesundaan secara keseluruhan.
Moh. Amir Sutaarga (1965)
dalam artikel Silihwangi, Tinjauan
Beberapa Naskah dan Prasasti dari Jawa Barat yang disusun Drs. Edhie Wurjantoro (1991)
menjelaskan, “… dari beberapa
sumber-sumber yang berupa ceritera pantun dan babad, kita boleh menyimpulkan bahwa
nama Prabu Siliwangi adalah nama “julukan” yang secara bebas dapat digunakan
oleh rakyat, digunakan oleh juru pantun, dan juga disebut dalam pelbagai babad
yang kebanyakan ditulis dalam abad 19 untuk memenuhi kebutuhan para bupati yang
pernah berkuasa di berbagai kabupaten di Jawa Barat umumnya, di Priangan
khususnya.”
Dari pernyataan Moh.
Amir Sutaarga tersebut, kita bisa melihat bahwa banyak sekali babad yang
menampilkan sosok Prabu Siliwangi ditulis pada abad 19. Itu artinya, babad itu
adalah dongeng yang dibuat pada masa sekarang ini dan bukan berasal dari
penelitian berbagai data sejarah masa lalu. Parahnya lagi dongeng ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan para bupati yang
pernah berkuasa di berbagai kabupaten di Jawa Barat umumnya, di Priangan
khususnya.
Dongeng-dongeng untuk
menyenangkan para bupati inilah yang tampaknya membuat kabur dan samar sosok
Prabu Siliwangi sebenarnya. Perilaku inilah yang menyumbangkan kekacauan besar
di antara Ki Sunda mengenai sosok Prabu Siliwangi. Oleh sebab itu, tak heran
jika kita sering sekali menemukan perbedaan pendapat mengenai Siliwangi, baik
di masyarakat, akademisi, maupun para praktisi kesundaan.
Kekuasaan yang memaksakan kehendak dengan memanfaatkan
sejarah dan membumbuinya dengan hawa nafsu politik dan ekonomi telah membuat
banyak hoax yang menyesatkan manusia.
Berhentilah mengikuti hawa nafsu yang negatif dan wariskanlah kebaikan dan
kebenaran untuk generasi mendatang.
Sampurasun
No comments:
Post a Comment