Friday, 28 April 2017

“Teori Kapur Barus” Prof. Dr. Hamka Terbukti?

oleh Dr. H. Gunawan Undang, Drs., M.Si.



Bandung, Putera Sang Surya
Tulisan ini adalah untuk memperkuat Rangkuman Taushiyah Ustadz Dr. Haikal Hassan tentang Peradaban Islam di Indonesia.

            Penelusuran sejarah masuknya Islam ke Indonesia pada abad ke-7 sebelumnya sudah dikemukakan Prof. Dr. Hamka. Ajaran Islam pada saat itu langsung didakwahkan oleh khulafaur rasyiddin dengan misi utama dakwah, bukan perdagangan. Pendapat tersebut berbeda dengan pakar lainnya, yaitu bahwa Islam masuk ke Indonesia melalui pedagang Gujarat (abad ke-13). Pendapat kedua tersebut sengaja disimpangkan oleh kolonial Belanda.

            Adalah rangkuman taushiyah Ustd. Dr. Haikal Hassan tentang Peradaban Islam di Indonesia yang tersebar di media sosial yang mendorong penulis ikut “nimbrung” memposting tulisan ini.

            Berdasarkan penelusuran bukti-bukti sejarah seperti yang ada di perpustakaan Spanyol dan Inggris, menurut Dr. Haikal Hassan, Sayidina Ali bin Abi Thalib as, pernah datang dan berdakwah di Garut, Cirebon, Jawa Barat (tanah Sunda), Indonesia pada 625 M; Ja’far bin Abi Thalib berdakwah di Jepara, Kerajaan Kalingga, Jawa Tengah (Jawa Dwipa), Indonesia sekitar 626 M; Ubay bin Kaab berdakwah di Sumatera Barat, Indonesia, kemudian kembali ke Madinah sekitar 626 M; Abdullah bin Mas’ud berdakwah di Aceh Darussalam dan kembali lagi ke Madinah sekitar 626 M; Abdurrahman  bin Muadz bin Jabal dan putera-puteranya, Mahmud dan Ismail berdakwah dan wafat dimakamkan di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara sekitar 625 M; Akasyah bin Muhsin Al Usdi berdakwah di Palembang, Sumatera Selatan, dan sebelum Rasulullah wafat, ia kembali ke Madinah sekitar 623 M; Salman Al Farisi berdakwah ke Perlak, Aceh Timur dan kembali ke Madinah sekitar 626 M.


Teori “Kapur Barus” Hamka
Pendapat mendiang Prof. Dr. Hamka bahwa Islam sudah masuk ke Indonesia pada era khulafaur rasyiddin (abad ke-7 M) pada awalnya banyak ditentang sejarawan, Menurut Hamka, salah satu bukti Islam sudah masuk ke Nusantara pada abad ke-7 adalah kapur barus yang hanya ada di Indonesia (Asia Tenggara) dan pada saat itu, barang komoditas yang amat mahal di dunia tersebut sudah dipergunakan di Jazirah Arab untuk wewangian, campuran minuman, bahan obat-obatan, bahan pewangi pengurusan jenazah, dll.. Bahkan, sumber tertua menyebutkan bahwa catatan seorang pedagang Cina yang menelusuri Jalur Sutera pada awal abad ke-4, catatan seorang dokter Yunani di Mesopotamia yang bernama Actius (502-578 M) dan catatan dinasti Liang (502-577 M) sudah mengenal kapur barus tersebut. Jika catatan Ptolomaeus (seorang filsuf Alexandria pada abad pertama masehi) benar, yang disebutnya “kapur” adalah kapur (barus) yang berasal dari Barus, kemungkinan besar bahan yang sangat berharga tersebut sudah digunakan sejak SM.

            Atas dugaan tersebut, mungkinkah mumi jenazah Firaun pun di Mesir sudah menggunakan kapur barus?

            Saat sekarang pendapat Hamka yang menjelaskan bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-7 M tersebut semakin menguat setelah ditemukannya bukti lain bahwa salah seorang sahabat Rasulullah saw, yakni Abdurrahman bin Muadz bin Jabal dan putera-puteranya, Mahmud dan Ismail, berdakwah dan wafat dimakamkan di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, sekitar 625 M.

            Dinamakan “Barus” karena daerah tersebut adalah daerah endemik pohon kapur (drybalanops aromatic) sebagai bahan baku kapur barus. Selain di Sumatera Utara, pohon yang sangat langka di dunia tersebut tumbuh di Borneo.


Islam dan Kapur Barus
“Sungguh orang-orang yang berbuat kebajikan akan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur.” (QS 76 : 5)

            Apakah air kafur yang dimaksud Al Quran tersebut adalah suatu mata air di surga yang airnya putih, baunya wangi, dan sedap sekali rasanya?

            Ataukah pohon Barus termasuk tanaman surga yang ada di Bumi seperti halnya pohon Tin dan pohon Gaharu?

            Jika benar, pantaslah jika minuman dengan wewangian campuran dari pohon barus menjadi sajian yang sangat istimewa di Cina dan Jazirah Arab pada masanya, sebagaimana digambarkan dalam Al Quran tersebut.

            Wallaahualam


Bidang Kesehatan
Di bidang kesehatan, ilmuwan muslim, yakni Ibnu Sina (980-1037 M) sudah menggunakan kapur barus sebagai obat dan wewangian. Bahkan, Ibnu Sina sudah menjelaskan teknik penyulingannya.


“Menjadi Kapur di Dalam Barus”
Memasuki abad ke-16, Barus yang semula sebagai pusat perdagangan dunia dengan komoditas utama barus, mengakhiri masa emasnya. Pujangga Hamzah Fansuri dalam beberapa bait syairnya menggambarkan:

Hamzah Fansuri di dalam Makkah
Mencari Tuhan di Bayt al Kabah
Dari Barus ke Qudus terlalu payah
Akhirnya dapat di dalam rumah
….
Hamzah Syahr Nawi terlalu hapus
Seperti kayu sekalian hangus
Asalnya laut tiada berharus
Menjadi kapur di dalam Barus
….

            Semoga Islam jaya, jaya deui.

            Wallaahualam bishshawab

Salam Asia Afrika
Salam Bandung Lautan Api
Salam “Halo-Halo Bandung”
Mari Bung (kejayaan Islam) Rebut Kembali

Allahu Akbar …!

No comments:

Post a Comment