oleh
Tom FInaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Tak pernah ada penelitian
yang menghasilkan kesimpulan bahwa suatu bahasa telah melahirkan bahasa baru.
Tak ada bahasa yang lahir dari bahasa lainnya yang sudah ada lebih dulu. Hasil
penelitian yang ada justru menghasilkan kesimpulan bahwa setiap bahasa memiliki
karakteristik masing-masing dan sama sekali tidak memiliki hubungan antara satu
dengan yang lainnya. Bahkan, bahasa-bahasa berbeda yang berada pada sebuah
pulau yang sama pun sama sekali tidak memiliki hubungan alias hidup masing-masing
serta mati pula dengan kondisi dan penyebab yang berbeda-beda.
Hal ini sebagaimana yang disampaikan Dr. Partini
Sardjono, Pr., S.S. dalam pidatonya saat penerimaan jabatan Guru Besar dalam
Ilmu Sastra pada Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran, Bandung, 5 Juli 1986.
Pidatonya berjudul Peranan Sastra
Nusantara dalam Alam Pembangunan Nasional.
Dr. Partini Sardjono adalah dekan saya ketika saya kuliah
di Subprogram Studi Editing, Jurusan
Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Padjadjaran, Bandung. Saya
sangat menghormatinya.
Ia menjelaskan bahwa pengetahuan mengenai bahasa Jawa
Kuna dan bahasa Jawa Tengahan sangat sedikit. Dari struktur tiga tahap bahasa,
yaitu bahasa Jawa Kuna, bahasa Jawa Tengahan, dan bahasa Jawa Baru tidak memperlihatkan kesinambungan
kebahasaan yang jelas.
Bahasa Jawa Tengahan dan bahasa Jawa Kuna terlestarikan
dalam naskah-naskah lontar di Bali dan Lombok (Zoetmulder, 1974 : 36-60).
Adapun bahasa Jawa Baru Modern di samping Jawa Kuna dan Jawa Tengahan
terlestarikan pada naskah-naskah di Jawa Barat (Edi Ekadjati, dkk. 1983)
Partini
berulang-ulang menegaskan bahwa tidak ada hubungannya antara bahasa yang satu
dengan yang lainnya. Adapun bahasa Sansakerta yang diduga orang sebagai bahasa
yang berasal dari India yang katanya leluhur orang Indonesia, tetap tidak
mempengaruhi bahasa yang ada di Nusantara. Partini menjelaskan bahwa dalam
kenyataannya bahasa Sansakerta digunakan oleh orang Indonesia dengan sangat
terbatas pada kata benda dan kata keadaan. Kalaupun bahasa Sansakerta
terserap ke dalam bahasa Indonesia, kemudian mendapatkan imbuhan, tetap tidak
mengubah struktur bahasa-bahasa yang ada di Nusantara. Misalnya, graha (gedung) dan yuddha (perang). Kalaupun mendapat imbuhan, sama sekali tidak
mempengaruhi yang ada, contohnya, uttama menjadi
keutamaan. Kalaupun digabungkan
dengan kata lain, juga tetap tidak berpengaruh, misalnya, Bina Graha (kantor kepresidenan) yang merupakan campuran dari Bina (Arab) dan Grha (Sansakerta); purnawirawan
(sempurna masa baktinya); Graha
Wiyata Yuddha (rumah pelajaran ilmu perang); Graha Purna Yuddha (gedung veteran); kartika yuddha (perang bintang).
Pendek kata, bahasa Sansakerta hanya digunakan sebagai
kata benda dan keadaan. Itu pun hanya sedikit. Di samping itu, bahasa
Sansakerta tidak pernah digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi,
ngobrol-ngobrol, ataupun menyampaikan berita.
Tak ada bahasa yang lahir dari bahasa lainnya. Setiap
bahasa berdiri sendiri masing-masing.
Hasil penelaahan Partini Sardjono tersebut menguatkan
bukti bahwa benarlah Allah swt menciptakan manusia itu bersuku-suku dengan
bahasanya masing-masing. Hal tersebut pun membuktikan bahwa Adam as bukanlah
manusia pertama. Hal itu disebabkan jika Adam as manusia pertama, bahasa
manusia di seluruh dunia ini harus sama. Selain itu pun, penelitian Partini
menolak dengan tegas kebohongan para pengikut Darwin. Jika manusia dan seluruh makhluk
hidup berasal dari makhluk bersel satu yang kemudian berkembang hingga sekarang
ini, bahasa yang digunakan pun harus sama di seluruh dunia karena bahasa
makhluk yang pertama kali menggunakan bahasa akan diikuti oleh keturunannya.
Dalam kenyataannya, bahasa setiap suku berbeda-beda di dunia ini. Artinya,
Allah swt itu menciptakan manusia dengan cara menciptakan setiap pasang
suami-istri untuk setiap suku dengan bahasa tertentu, kecerdasan tertentu,
emosi tertentu, modal pengetahuan tertentu tanpa proses belajar, dan tantangan
hidup tertentu.
Hal itu dapat saya pahami dari QS Al Hujurat 49 : 13.
“Wahai Manusia!
Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar
kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui dan Maha
Teliti.”
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment