oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Saya tidak akan Jaim, ‘jaga imej’, soal teror-teror yang
terjadi di Eropa. Reaksi saya pertama kali ketika terjadi teror di Eropa adalah
tertawa terkekeh-kekeh, lalu terbahak-bahak bahagia. Setelah itu, agak sedih
sedikit, sedikit sekali, sangat sedikit, kebanyakan saya gembira bukan main.
Saya senang karena apa yang saya “ancamkan” kepada mereka
benar-benar terjadi. Hal itu menunjukkan bahwa saya telah memberikan peringatan
kepada mereka dan peringatan itu benar-benar terwujud secara nyata. Berkali-kali
peringatan saya ini terjadi secara nyata.
Sebelum terjadi teror bom di Paris, Perancis, saya sudah
berdebat dengan para anti-Islam Perancis dua bulan sebelumnya lewat youtube. Saya
peringatkan bahwa mereka harus segera menghentikan penghinaan-penghinaan kepada
Allah swt, Islam, Muhammad saw, dan kaum muslimin. Saya ingatkan bahwa
penghinaan kepada Islam hukumannya adalah “mati” dibunuh. Orang Islam yang
memiliki semangat tinggi akan mengorbankan dirinya untuk kemuliaan Islam dan
kaum muslimin. Itu artinya penghinaan kepada Islam yang mereka lakukan akan
memicu teror. Akan tetapi, sayangnya, orang-orang Eropa dan Amerika Serikat itu
kebanyakan belagu, sombong, angkuh, dan tidak mau kalah meskipun sudah
jelas-jelas salah. Bahkan, mereka terus-terusan makin keras menghina Islam,
baik di dunia maya maupun di dunia nyata dengan aksi-aksi jalanan yang
memuakkan.
Secara fakta dan pengetahuan, saya tidak pernah kalah
berdebat karena mereka hanya memiliki pemahaman sedikit dan salah tentang Islam.
Akan tetapi, brengseknya, mereka melakukan penghinaan itu just for fun, ‘hanya untuk bersenang-senang’ dan tidak peduli
apakah mereka itu menyakiti orang lain atau tidak. Memang ini tampaknya
penyakit yang mereka derita. Mereka gemar sekali membuli orang lain yang lemah
dan minoritas, bukan hanya muslim, nonmuslim pun mereka buli.
Akibatnya, bum …! Meledaklah
teror di Paris, Perancis yang segera diklaim oleh Isis bahwa itu merupakan
konser milik Isis. Pemimpin tertinggi Isis Al Baghdadi menyatakan bahwa teror
itu sebagai balasan atas kebijakan pemerintah Perancis yang ikut-ikutan
memerangi Isis di Suriah dan balasan atas penghinaan orang-orang Perancis
kepada Muhammad saw.
Saya segera saja bilang, “Gue bilang juga apa. Disuruh berhenti menghina Islam, malah
menjadi-jadi, bukannya sadar.”
TEROR DI PARIS, PERANCIS. Foto:global.liputan6.com |
Begitu juga dengan
orang-orang Inggris, saya sering sekali chit
chat sama mereka agar menghentikan penghinaan kepada Islam. Akan tetapi,
orang-orang Inggris ini jauh lebih sombong daripada orang-orang Eropa lainnya.
Bahkan, saya bilang orang-orang ini paling sombong dan angkuh di seluruh
daratan Eropa. Mereka malah menantang saya kapan hukuman dari Allah swt datang.
Mereka melecehkan peringatan saya meskipun komentar-komentar tantangan mereka
banyak yang mereka hapus sendiri. Mungkin mereka takut juga sebenarnya, tetapi
karena sombongnya bukan main, mereka tidak mau kalah. Mereka minta saya
menuliskan tanggal, hari, bulan, dan tahun hukuman Allah swt itu datang.
Saya jawab saja, “Wait!”
Disuruh menunggu,
mereka malah balik mengejek saya karena tidak tahu kapan hukuman itu datang.
Jelas saja saya tidak pernah tahu kapan hukuman itu datang. Akan tetapi, pasti
datang karena itu adalah sunatullah.
Memang beberapa waktu kemudian, terjadi pula teror menakutkan di Eropa
sekaligus kekalahan mereka dalam pemilihan walikota London. Walikota London sekarang
kan seorang muslim, namanya Sadiq Khan.
Saya pikir itu hukuman bagi mereka dan peristiwa memalukan bagi mereka,
ternyata warga London banyak yang sadar untuk tetap saling menghormati di
antara umat yang berbeda agama. Tentu saja itu merupakan pukulan keras bagi
para anti-Islam di Inggris. Hal itu berada dalam monitoring Allah swt karena
Allah swt yang menguasai hati setiap manusia.
Hal yang lebih mengejutkan adalah peristiwa teror di Stockholm, Swedia. Soalnya, dua hari
sebelumnya ada salah seorang dari mereka yang juga mengganggu saya.
Sebelum-sebelumnya mereka menuduh saya sebagai penghina Yesus Kristus.
Saya tantang mereka, “Kapan
aku menghina Yesus? Kata dan kalimat mana yang menjadi bukti aku menghina Yesus?
Aku paling anti menghina agama orang lain.”
Mereka tidak bisa menjawab karena memang tidak ada kata
penghinaan itu.
Meskipun demikian, mereka tetap mengganggu dengan
menjawab, “This one.”
This one, ‘yang
ini’. Mereka menjawab itu tanpa menunjukkan kata yang mana dan kalimat mana,
kecuali ‘yang ini’.
Yang ini teh yang
mana atuh?
Da euweuh.
Mereka hanya mengganggu karena tak mau kalah.
Dua hari kemudian, bum
…! Terjadilah teror di Swedia.
Saya segera bilang aja dalam hati, “Gue bilang juga apa. Pada belagu sih.”
TRUK ALAT TEROR SWEDIA. Foto:news.karirsumut.com |
Orang boleh saja
menyalahkan pelaku teror, tetapi teror itu dipicu salah satunya oleh
penghinaan-penghinaan terhadap Islam.
Menciptakan
Suasana Saling Menghormati
Untuk meminimalisasi
perilaku teror di Eropa, harus ada upaya bersama antara pemerintah Eropa dan
masyarakat Eropa untuk menghentikan penghinaan-penghinaan kepada Islam dan kaum
muslimin. Berdebat boleh. Sampai urat leher tegang pun boleh berdebat. Akan
tetapi, tidak boleh saling menghina. Berdebat itu soal ilmu pengetahuan, sedangkan
saling hina itu terjadi karena sama-sama bloon dan tolol.
Saya sangat menyukai pemerintah dan masyarakat Kanada
yang melindungi muslim dan menghormati setiap manusia. Ketika ada teror pada
masjid dan terhadap kaum muslimin yang sedang shalat, Perdana Menteri Kanada
menangis. Ketika kaum muslimin shalat Jumat, orang-orang nonmuslim Kanada membuat
pagar manusia mengelilingi masjid untuk melindungi umat Islam dari kejahatan teror.
Demikian pula, pemerintah Jerman yang menyatakan dengan tegas bahwa Islam adalah bagian dari Jerman. Tak
heran jika di Kanada dan Jerman dapat dikatakan jumlah teror yang terjadi
adalah sangat minimal dibandingkan dengan negara besar Eropa lainnya.
Di Swedia itu penghinaan kepada Islam sangat brutal,
bukan hanya di dunia maya, melainkan di dunia nyata. Mereka yang anti-Islam
pernah melakukan sabotase pada acara-acara diskusi, seminar, dakwah kaum
muslimin dengan mengganti tayangan-tayangan video Islami dengan tayangan-tayangan
penghinaan pada Islam.
Tak heran jika umat Islam yang sudah menyiapkan dirinya
untuk syahid melakukan bum …!
Korbannya pun acak
dan tidak terarah, siapa saja. Hal itu disebabkan banyak sekali yang melakukan
penghinaan Islam di sana.
Dalam hal ini saya harus memberikan penilaian bahwa
pelaku teror di Indonesia lebih baik dibandingkan dengan di Eropa. Bukan
berarti saya setuju teror. Saya pasti tidak setuju teror. Akan tetapi, paling
tidak, teror yang terjadi di Indonesia sasarannya lebih terarah, yaitu polisi,
terutama Densus Antiteror. Pelaku teror di Indonesia tidak menyasar korban
secara acak karena masih banyak muslim yang baik yang mencoba melakukan
perlawanan terhadap penghinaan pada Islam di dunia maya dan banyak nonmuslim
baik yang juga tidak setuju terhadap penghinaan pada Islam. Banyak sekali
nonmuslim yang ingin hidup damai di lingkungan mayoritas muslim, apalagi yang
memiliki ikatan darah. Banyak pula orang Islam yang melindungi nonmuslim.
Berbeda dengan di Swedia. Karena jumlah anti-Islam sangat
banyak dan melakukan penghinaan serta provokasi tanpa dikendalikan oleh
pemerintah, jawabannya adalah kaum muslimin yang siap syahid melakukan
perlawanan dengan keras bertaruh nyawa.
Indonesia harus bersyukur memiliki undang-undang yang
bisa mengendalikan kebebasan berbicara agar tidak jatuh menjadi kebebasan
memfitnah dan menghina pihak lain, baik suku, agama, ras, ataupun adat
istiadat. Persoalannya adalah kurangnya partisipasi masyarakat dalam melaporkan
berbagai penghinaan yang terjadi di dunia maya dan kurangnya kemauan polisi
untuk menyelesaikan kasus-kasus itu. Di dunia nyata penghinaan-penghinaan itu
tidaklah banyak. Kalaupun terjadi di dunia nyata, rata-rata karena “keseleo
lidah”, tidak sengaja, lupa, atau kebablasan. Sangat jarang terjadi penghinaan
di dunia nyata yang dilakukan dengan sengaja, apalagi untuk bersenang-senang.
Berbeda dengan di dunia barat dan Eropa, penghinaan itu
dibiarkan terjadi karena masih termasuk dalam kebebasan berbicara dan kebebasan
berekspresi. Padahal, kebebasan berbicara itu tujuannya adalah untuk
memperbaiki kehidupan manusia agar tidak terjadi pelanggaran hak azasi manusia
dan agar tercipta dorongan lebih positif untuk kemajuan manusia. Penghinaan
bukanlah bertujuan untuk hal-hal positif, melainkan hanya untuk meluapkan emosi
tanpa kendali secara bodoh, tolol, dan penuh kebloonan.
SALING HINA ADALAH KEBODOHOAN. Foto: www.netralitas.com |
Apabila Eropa mampu mengendalikan penghinaan kepada Islam
dan kaum muslimin, insyaallah, aksi-aksi
teror pun akan terminimalisasi. Masalah yang tersisa hanya akan seperti yang
terjadi di Indonesia, yaitu dukungan berlebihan terhadap Isis, keyakinan kekhalifahan selalu baik, dan hoax
tentang kisah-kisah zaman akhir. Oleh sebab itu, Indonesia lebih
mengedepankan pendidikan, pemahaman, dan penyadaran terhadap ajaran Islam
sebenarnya yang rahmatan lil alamin dalam
mengatasi setiap aksi-aksi terorisme.
Apabila Eropa masih membiarkan penghinaan terhadap Islam
hidup di dunia maya dan di dunia nyata, teror-teror pun akan terus terjadi
karena akan ada orang Islam yang merasa tersakiti dan terhina, kemudian
melakukan pembalasan dengan nyawanya sendiri. Itu adalah teror bagi korban,
tetapi bernilai jihad dan syahid bagi pelakunya. Tak ada gunanya hanya
menyalahkan kaum muslimin atau menyebarkan hoax bahwa Islam adalah agama teror karena pada kenyataannya dunia butuh Islam
dan kaum muslimin. Dunia harus bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia.
Eropa, barat, dan anti-Islam boleh sesumbar berteriak
seperti yang biasanya, “Kami baik-baik saja tanpa Islam!”
Berteriak emosi sih boleh-boleh saja, tetapi dalam
kenyataannya kan setiap pemimpin barat dan Eropa selalu berusaha mendatangi
negeri-negeri muslim, termasuk ke Indonesia untuk bekerja sama dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Kalau merasa diri hidup “lebih baik tanpa Islam”, jangan
datangi negeri-negeri muslim dan kunci mati negara-negara Eropa dari Islam
serta tak perlu ada kerja sama antara barat, Eropa, dan kaum muslimin. Begitu seharusnya
bersikap kalau benar-benar bisa hidup tanpa Islam. Kenyataannya tidak bisa
hidup tanpa Islam karena setiap manusia saling membutuhkan.
Bisakah barat dan Eropa hidup tanpa berbisnis sumber daya
alam dengan negeri-negeri muslim?
Jawabanya pasti telak, “TIDAK BISA!”
Bisa sih, tetapi bisanya hanya teriak emosi karena
kenyataannya pasti tidak bisa. Akan selalu ada orang barat dan Eropa yang
mendatangi negeri-negeri muslim untuk bekerja sama dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Oleh sebab itu, jangan pada belagu. Setiap manusia, baik muslim maupun
nonmuslim pada dasarnya saling membutuhkan dalam sepanjang hidupnya. Soal benar
dan tidaknya suatu agama atau keyakinan akan dibuktikan dengan jelas di hadapan
pengadilan Illahi kelak.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment