Tuesday, 25 April 2017

Kunci Persatuan

 oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Kunci persatuan itu sangat sederhana, teramat sederhana. Sayangnya, kita tidak mau melakukan hal yang sederhana itu dengan berbagai alasan. Terlalu besar ego kita untuk melakukan hal yang sangat sederhana itu.

            Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Soekarno menjelaskan hal yang sangat sederhana itu.

            “Kita harus bisa menerima, tetapi kita juga harus bisa memberi. Inilah rahasia persatuan itu. Persatuan tak bisa terjadi kalau masing-masing pihak tak mau memberi sedikit-sedikit pula.

            Jikalau kita semua insyaf bahwa kekuatan hidup itu letaknya tidak dalam menerima, tetapi dalam memberi; jikalau kita semua insyaf bahwa dalam percerai-beraian itu letaknya benih perbudakan kita; jikalau kita semua insyaf bahwa permusuhan itulah yang menjadi asal kita punya ‘via dolorosa’; jikalau kita insyaf bahwa ruh rakyat kita masih penuh kekuatan untuk menjunjung diri menuju sinar yang satu yang berada di tengah-tengah kegelap-gempitaan yang mengelilingi kita ini, pastilah persatuan itu terjadi, dan pastilah sinar itu tercapai juga.

            Sinar itu dekat!”

            Kunci persatuan itu bisa diucapkan dengan hanya satu kata, yaitu “berbagi”. Kita harus mau berbagi, terutama ekonomi. Soal apa pun dalam kehidupan ini selalu berujung pada satu hal, yaitu ekonomi. Setelah ekonomi, ada banyak hal yang harus dibagi, yaitu berbagi kerja, berbagi informasi, berbagi kesenangan, temasuk berbagi kesedihan. Dengan demikian, kita selalu bersama dalam suka maupun duka.

            Apabila kita tidak mau berbagi, serakah terhadap hal apa saja, akan muncul orang-orang tidak puas yang melawan keserakahan dan “ketidaksediaan untuk berbagi”. Akibatnya, kehidupan akan terpolarisasi dan saling berseberangan, bahkan saling bermusuhan. Kondisi seperti ini menurut Soekarno, telah membuka pintu “perbudakan”. Hal itu disebabkan sudah menjadi suatu hal yang umum bahwa setiap pihak yang bermusuhan, selalu mengajak orang lain atau pihak-pihak lain untuk mendukung dirinya. Bahayanya, jika permusuhan ini masuk ke dalam dunia politik dan dipersaingkan dalam demokrasi, setiap pihak yang bersaing atau salah satunya memiliki kemungkinan besar menarik minat pihak-pihak asing untuk ikut campur dalam persaingan tersebut. Jika ini sudah terjadi, pihak-pihak asing dapat memberikan tekanan kepada pihak yang dibantunya untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan politik atau ekonomi tertentu. Inilah yang namanya “perbudakan”.

            Agar tidak terjadi perbudakan, berusahalah untuk saling berbagi karena berbagi itu sebuah keindahan. Akan tetapi, kata Soekarno, kekuatan hidup itu berasal dari memberi. Hal ini sangat sesuai dengan ajaran Islam bahwa tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Artinya, sikap memberi jauh lebih mulia dibandingkan sikap menerima.

            Jika kita ingin Indonesia tetap berada dalam persatuan, belajarlah terus-menerus untuk saling berbagi. Tanpa ini, Indonesia akan berada dalam kepenatan setiap hari. Dalam bahasa Sunda, saling berbagi ini biasa disebut silih eledan, ‘saling memberi, saling mengalah, saling menguntungkan, dan tidak boleh serakah’.


            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment