oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Kunci persatuan itu sangat
sederhana, teramat sederhana. Sayangnya, kita tidak mau melakukan hal yang
sederhana itu dengan berbagai alasan. Terlalu besar ego kita untuk melakukan
hal yang sangat sederhana itu.
Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Soekarno menjelaskan
hal yang sangat sederhana itu.
“Kita harus bisa
menerima, tetapi kita juga harus bisa memberi. Inilah rahasia persatuan itu.
Persatuan tak bisa terjadi kalau masing-masing pihak tak mau memberi
sedikit-sedikit pula.
Jikalau kita semua insyaf bahwa
kekuatan hidup itu letaknya tidak dalam menerima, tetapi dalam memberi; jikalau
kita semua insyaf bahwa dalam percerai-beraian itu letaknya benih perbudakan
kita; jikalau kita semua insyaf bahwa permusuhan itulah yang menjadi asal kita
punya ‘via dolorosa’; jikalau kita insyaf bahwa ruh rakyat kita masih penuh
kekuatan untuk menjunjung diri menuju sinar yang satu yang berada di
tengah-tengah kegelap-gempitaan yang mengelilingi kita ini, pastilah persatuan
itu terjadi, dan pastilah sinar itu tercapai juga.
Sinar itu dekat!”
Kunci persatuan itu
bisa diucapkan dengan hanya satu kata, yaitu “berbagi”. Kita harus mau berbagi,
terutama ekonomi. Soal apa pun dalam kehidupan ini selalu berujung pada satu
hal, yaitu ekonomi. Setelah ekonomi, ada banyak hal yang harus dibagi, yaitu
berbagi kerja, berbagi informasi, berbagi kesenangan, temasuk berbagi
kesedihan. Dengan demikian, kita selalu bersama dalam suka maupun duka.
Apabila kita tidak mau berbagi, serakah terhadap hal apa
saja, akan muncul orang-orang tidak puas yang melawan keserakahan dan “ketidaksediaan
untuk berbagi”. Akibatnya, kehidupan akan terpolarisasi dan saling
berseberangan, bahkan saling bermusuhan. Kondisi seperti ini menurut Soekarno,
telah membuka pintu “perbudakan”. Hal itu disebabkan sudah menjadi suatu hal
yang umum bahwa setiap pihak yang bermusuhan, selalu mengajak orang lain atau
pihak-pihak lain untuk mendukung dirinya. Bahayanya, jika permusuhan ini masuk
ke dalam dunia politik dan dipersaingkan dalam demokrasi, setiap pihak yang
bersaing atau salah satunya memiliki kemungkinan besar menarik minat
pihak-pihak asing untuk ikut campur dalam persaingan tersebut. Jika ini sudah
terjadi, pihak-pihak asing dapat memberikan tekanan kepada pihak yang
dibantunya untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan politik atau ekonomi
tertentu. Inilah yang namanya “perbudakan”.
Agar tidak terjadi perbudakan, berusahalah untuk saling
berbagi karena berbagi itu sebuah keindahan. Akan tetapi, kata Soekarno,
kekuatan hidup itu berasal dari memberi. Hal ini sangat sesuai dengan ajaran
Islam bahwa tangan di atas lebih baik
daripada tangan di bawah. Artinya, sikap memberi jauh lebih mulia
dibandingkan sikap menerima.
Jika kita ingin Indonesia tetap berada dalam persatuan,
belajarlah terus-menerus untuk saling berbagi. Tanpa ini, Indonesia akan berada
dalam kepenatan setiap hari. Dalam bahasa Sunda, saling berbagi ini biasa
disebut silih eledan, ‘saling
memberi, saling mengalah, saling menguntungkan, dan tidak boleh serakah’.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment