oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Mungkin di antara kita
banyak yang tenang-tenang saja karena menganggap diri hidup sudah benar, sudah
baik, dan penuh dengan kesalehan. Perasaan-perasaan seperti itu mendorong kita
menyangka bahwa kita nanti akan hidup di dalam surga.
Banyak juga orang yang sibuk menyalahkan orang lain,
mencaci orang lain, memaki orang lain, mengafirkan orang lain, menuduh sesat
orang lain, serta selalu bergaya paling beriman, sedangkan orang lain dianggapnya
berada dalam kesesatan. Sesungguhnya, kita tidak perlu menyibukan diri dengan
menuduh-nuduh orang lain atau menjelek-jelekan orang lain. Hal yang lebih baik
kita lakukan adalah memperbaiki diri sendiri dan mengumpulkan “ongkos” untuk
masuk surga. Hal itu disebabkan harga untuk masuk surga itu teramat mahal.
Tidak semua orang mampu mendapatkan “biaya” untuk masuk surga.
Kita tahu bahwa tiket untuk masuk surga adalah hanya bisa
didapatkan dengan “keimanan” dan “berbuat baik” di muka Bumi. Akan tetapi, tidak
cukup hanya itu karena keimanan dan perbuatan baik itu tidak akan berarti apa
pun tanpa diuji terlebih dahulu ketulusan dan keikhlasannya. Allah swt tidak
akan memberikan nilai apa pun tanpa ujian. Hal ini sama dengan anak sekolah.
Selama dia belajar, tak ada nilai apa pun untuknya. Nilai akan datang jika
telah dilaksanakan tes terhadap dirinya. Dengan demikian, dapat ditentukan
apakah seorang siswa itu pantas untuk melanjutkan pendidikan, mengulang
pendidikan, atau bahkan diberhentikan dari sekolah. Sama pula dengan kehidupan
ini, keimanan dan kebaikan yang kita lakukan tidak akan bernilai apa pun apabila
tidak diikutkan dalam ujian yang “diselenggarakan” Allah swt. Setelah kita
diuji, akan lebih jelas kedudukan kita di hadapan Allah swt, sehebat apa keimanan
kita, sejelek apa kita, dan sepantas apa kita sehingga dinyatakan layak
memasuki surga.
Kata Allah swt, “Ataukah
kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal (cobaan) belum datang
kepadamu seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu?
Mereka ditimpa kemelaratan,
penderitaan, dan diguncang (dengan berbagai cobaan) sehingga Rasul dan
orang-orang yang beriman bersamanya berkata, ‘Kapankah datang pertolongan
Allah?’
Ingatlah, sesungguhnya pertolongan
Allah itu dekat.” (QS Al Baqarah 2 : 214)
Itulah ujian yang diberikan Allah swt untuk orang-orang
beriman. Mereka yang tidak beriman tidak diuji seperti itu karena tidak ada
gunanya mengikuti ujian.
Untuk apa ujian?
Mendaftarkan diri untuk menjadi orang beriman pun tidak.
Ujian hanya diberikan kepada mereka yang telah
mendaftarkan diri menjadi orang beriman. Keimanan dan perbuatan baik seseorang
atau sekelompok orang meskipun dilaksanakan secara sempurna, tetap diuji dengan
sangat keras oleh Allah swt dalam bentuk kemelaratan,
penderitaan, dan berbagai guncangan
dalam hidupnya.
Cobaan itu sangat berat dan bisa mengakibatkan orang
berhenti dari ke-Islam-an, keluar dari keimanan, lalu mengikuti jalan-jalan
syetan. Penderitaan dan kemelaratan yang terjadi bisa sangat mengerikan dan
menyedihkan, bahkan menghinakan. Akan tetapi, itu adalah ujian. Kuncinya adalah
“kesabaran untuk tetap beriman dan selalu berbuat baik” dalam keadaan diguncang
dengan berbagai kesedihan. Shalat dan sabar adalah alat yang direkomendasikan
Allah swt untuk digunakan dalam menghadapi ujian hidup.
Ketika ujian berakhir dan orang-orang beriman lulus dari
ujian itu, Allah swt akan membasuh semua lukanya, menghilangkan semua
kesedihannya, memusnahkan semua penderitaannya dengan mengangkat derajat orang
itu lebih tinggi lagi. Dengan demikian, ia akan menjadi lebih dekat kepada
Allah swt untuk kemudian pada saat tertentu, Allah swt akan mengujinya kembali
dengan tingkat ujian yang lebih tinggi dalam level yang lebih mulia. Begitu
seterusnya hidup ini hingga Allah swt menentukan apakah kita lulus dan layak
mendapatkan surga ataukah gagal dalam ujian sehingga harus berada di neraka.
Janganlah terlalu sibuk menyalahkan orang lain,
berteriak-teriak mengafir-kafirkan orang lain, menghina orang lain, apalagi
membuat fitnah dan berita palsu untuk menjatuhkan orang lain. Sesungguhnya, ada
banyak ujian di depan kita yang bisa mengangkat derajat kita menjadi orang
mulia atau menjatuhkan kita menjadi orang yang sangat hina.
Dalam kehidupan sehari-hari teramat sering kita melihat
orang yang tadinya mulia tiba-tiba menjadi hina; orang kaya tiba-tiba miskin;
orang berkuasa tiba-tiba menderita; orang hina tiba-tiba menjadi mulia; orang
miskin tiba-tiba menjadi kaya; orang menderita tiba-tiba menjadi berkuasa;
orang penakut tiba-tiba menjadi menakutkan. Itu hanyalah contoh bagaimana
berkuasanya Allah swt dalam “memberi” dan “mengambil” sesuatu dari manusia.
Semua itu tidak ada artinya sama sekali jika tidak melalui ujian yang
diselenggarakan Allah swt.
Surga itu mahal. Lebih baik menyiapkan diri secara mental
dan fisik untuk menghadapi ujian dari Allah swt yang kerap datang tiba-tiba
tanpa kita sadari.
Surga itu mahal. Sibukkan diri dengan mendekatkan diri
kepada Allah swt agar semuanya menjadi mudah.
Surga itu mahal.
Sampurasun
No comments:
Post a Comment