oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Ini mah pengalaman pribadi.
Beberapa waktu lalu ada perguruan tinggi Islam yang meminta saya mengajar para mahasiswanya.
“Harus mengajar apa saya?” tanya saya.
“Sejarah Peradaban Islam,” katanya.
Awalnya, saya bingung juga diminta mengajar mata kuliah
Sejarah Peradaban Islam. Hal itu disebabkan saya adalah lulusan Fakultas Sastra
yang kemudian melanjutkan ke Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial dan Politik. Mungkin
karena ada ilmu sosialnya, saya diminta mengajar soal peradaban. Kabarnya, saya
diminta mengajar untuk menggantikan dosen aslinya yang sedang sakit stroke. Sakit semacam itu kan tidak bisa
diperkirakan waktu sembuhnya.
Saya senang menerima tawaran itu karena pada dasarnya
saya senang ketemu orang, diskusi, dan menambah teman-teman baru. Saya ini orang
Sunda yang yakin pada pepatah “boga balad
sarebu, kurang keneh, boga musuh saurang, loba teuing”, ‘punya teman seribu
orang, masih kurang, punya musuh satu orang, sudah kebanyakan’. Maksudnya,
seberapa pun banyaknya kita memiliki teman, masih lebih baik untuk menambah
banyak teman meskipun jumlahnya mencapai ribuan bahkan jutaan, tetapi jika
memiliki satu orang musuh saja, sudah terlalu banyak. Artinya, jangan punya
musuh meskipun hanya satu orang, kecuali syetan yang terkutuk, baik dalam bentuk
jenis jin maupun manusia. Syetan itu kalaupun bentuk fisiknya manusia, dia
tetap syetan. Jadi, kegiatan belajar-mengajar bagi saya adalah dalam rangka
menambah teman, menambah kenalan, banyak silaturahmi, dan menambah rezeki.
Hari pertama mengajar saya langsung berdiskusi dengan
para mahasiswa tentang kapan sebenarnya Islam mulai ada karena dari awal
keberadaannya itulah peradaban Islam dimulai. Saya mengajak para mahasiswa
berdiskusi karena agak bingung juga sebenarnya. Hal itu disebabkan buku-buku tentang
Sejarah Peradaban Islam yang digunakan hampir di semua perguruan tinggi di
Indonesia dan mungkin juga di seluruh dunia selalu diawali dengan pembahasan situasi
dan kondisi Arab sebelum kelahiran
Muhammad saw atau Arab pra-Islam.
Istilah Arab
pra-Muhammad atau Arab pra-Islam sangatlah
membingungkan. Istilah itu seolah-olah menyatakan bahwa Islam adalah hanya
ajaran Muhammad saw dan berasal dari Arab. Padahal, nabi-nabi lainnya sebelum
Muhammad saw pun sama-sama mengajarkan Islam. Jadi, istilah-istilah itu justru
mengecilkan peranan Islam di muka Bumi dan membatasi Islam hanya milik Muhammad
saw dan umatnya.
Bagaimana dengan Nabi Adam as?
Nuh as?
Daud as?
Musa as?
Isa as?
Bagaimana pula dengan nabi-nabi lain, baik yang tercatat maupun
tidak tercatat dalam Al Quran?
Bukankah mereka semua juga mengajarkan Islam?
Jadi, sejak kapan Islam sebenarnya mulai ada?
Itulah yang saya diskusikan dengan para mahasiswa. Lumayan
menarik diskusi itu. Ada yang mengatakan mulai Adam as, ada pula yang
mengatakan sejak penciptaan malaikat, juga ada yang mengatakan sejak dimulainya
penciptaan langit dan Bumi.
Saya sendiri berpendapat bahwa Islam itu tidak memiliki awal dan tidak memiliki akhir
sebagaimana diri Allah swt. Pendapat saya itu berdasarkan pada arti kata
Islam itu sendiri. Islam diartikan berasal dari kata salam, yaitu “selamat dan bahagia”. Ada juga yang mengatakan
berawal dari kata taslim, yaitu “patuh”.
Jika kita gunakan kedua kata itu, yaitu “patuh” serta “selamat dan bahagia”, langsung
merujuk pada diri Allah swt.
Allah swt adalah Zat Yang Patuh.
Patuh kepada siapa?
Allah swt patuh kepada diri-Nya sendiri. Oleh sebab itu,
Allah swt tidak pernah melanggar janji-Nya sendiri. Tidak pernah mengingkari
dan tidak pernah melanggar hal-hal yang ditentukan-Nya sendiri. Jika Dia akan
menghukum seseorang atau sekelompok orang, waktu-Nya sudah pasti. Allah swt
tidak akan membuat waktu penghukuman-Nya dipercepat ataupun diperlambat. Semua
sudah ditetapkan waktunya masing-masing. Tak heran jika para penghina Allah
swt, Muhammad saw, Islam, dan kaum muslimin sering bergaya petantang-petenteng
menantang dan mengangap bahwa hukuman itu adalah bohong belaka. Sesungguhnya, hukuman
itu bukan tidak akan pernah datang, melainkan waktu kedatangannya tidak akan
dipercepat dan juga tidak akan diperlambat oleh Allah swt. Ketika waktunya
datang, hal yang harus terjadi, terjadilah tanpa ada yang bisa menghalanginya.
Allah swt adalah Zat Yang Selamat dan Bahagia. Allah swt
tidak pernah kekurangan apa pun. Dia Mahakaya, memiliki segala sesuatu. Tak ada
sesuatu pun yang menyerupai diri-Nya. Banyaknya orang memuji-Nya dan
menghina-Nya, tak berarti apa pun bagi Allah swt. Seluruh dunia ini menjadi
muslim ataupun menjadi kafir, Allah swt tak dirugikan dan tak diuntungkan
sedikit pun. Allah swt adalah Zat Berwujud Tetap yang tidak terpengaruh oleh
apa pun. Dia selalu dalam keadaan berkuasa, selamat, dan bahagia.
Begitulah yang ada dalam pikiran dan perasaan saya.
Ada yang berpendapat berbeda daripada saya?
Saya sungguh sangat senang jika ada yang mengoreksi saya
dengan baik. Jika ada yang berbeda pendapat dengan saya, saya bersyukur asal
disampaikan dengan sangat baik dan terhormat.
Dengan demikian, sebaiknya mata kuliah Sejarah Peradaban
Islam adalah dimulai pemahaman tentang zat Allah swt, kemudian proses
penciptaan malaikat, Bumi, langit, jin, manusia, dan penyampaian wahyu. Tidak
perlu panjang-panjang, cukup hanya menjadi pengantar. Yang harus lebih panjang
adalah peradaban sejak Adam as sampai dengan Isa as. Hal itu kemudian berlanjut
ke Arab pra-Muhammad, lalu ke perkembangan budaya, sosial, teknologi, sastra,
dan sebagainya hingga hari ini.
Jangan lupa, saya berterima kasih jika ada pembaca blog
ini yang mengoreksi saya dan atau memberikan saran kepada saya agar saya bisa
memahami dan berbuat dengan lebih baik lagi.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment