oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Dewasa
ini banyak sekali orang yang ingin menjadi pemimpin. Menjadi pemimpin berarti
mendapatkan kekuasaan. Dengan kekuasaan akan ada banyak sector ekonomi yang
dikuasai. Kepemimpinan adalah kekuasaan. Kekuasaan adalah kehormatan dan kekayaan.
Begitulah yang dipikirkan banyak orang saat ini. Tergila-gila terhadap
kepemimpinan dan kekuasaan.
Ketahuilah bahwa Allah swt telah
mengajarkan banyak hal kepada kita melalui leluhur kita tentang apa itu
kepemimpinan dan untuk apa menjadi pemimpin. Melalui banyak kisah yang berisi
ajaran-ajaran positif, leluhur kita mengajarkan tentang menjadi pemimpin.
Pada tulisan yang lalu saya
menyatakan pendapat bahwa kisah pewayangan itu berasal dari para leluhur
Indonesia yang diberikan banyak pencerahan oleh Allah swt tentang hidup dan
kehidupan. Kisah-kisah itu sungguh mengandung banyak pelajaran untuk kita
semua. Salah satu kisah itu berjudul Ramayana.
Karena
situasi politik di Indonesia dan kesemrawutan banyak hal, terdapat berbagai
versi tentang kisah Ramayana. Ada versi yang bad ending, ‘berakhir buruk’. Ada versi yang happy ending, ‘berakhir bahagia’. Versi bad ending sangat tidak tepat bagi bangsa Indonesia. Dalam kisah
ini Rama berpisah dengan Sinta karena Rama tidak lagi mempercayai Sinta yang
sudah diculik Rahwana. Rama menganggap Sinta sudah tidak suci lagi karena telah
bersama Rahwana. Adapun dalam versi happy
ending, Rama sangat mempercayai Sinta masih tetap perempuan yang suci dan
mereka pun akhirnya bersama saling mencintai. Versi yang berakhir bahagia
adalah versi yang paling disukai rakyat Indonesia.
Dalam versi yang berakhir
bahagia, ada sedikit yang dikutip oleh Dr. Partini Sardjono Pr., S.S. saat
pengukuhan penerimaan jabatan Guru Besar dalam Ilmu Sastra pada Fakultas
Sastra, Universitas Padjadjaran, Bandung dalam pidatonya yang berjudul Peranan Sastra Nusantara Kuna dalam Alam
Pembangunan Nasional (5 Juli 1986). Berikut kutipan tersebut yang
mengandung pengajaran mulia untuk menjadi pemimpin.
Ayah Sang Rama bernama Dasaratha. Rama adalah putera sulung
Dasaratha. Ketika Rama hendak diangkat menjadi raja Ayodhya, istri Dasaratha
yang lain yang bernama Kekayi kecewa.
Kekayi menagih janji pada Dasaratha bahwa anaknyalah yang harus menjadi raja.
Anaknya bernama Bharata. Kekayi
menginginkan Bharata yang menjadi raja dengan menyingkirkan Rama ke dalam
hutan. Rama harus dikucilkan ke dalam hutan serta hanya ditemani istrinya,
Sinta, dan adiknya, Laksmana.
Dasaratha adalah raja yang tidak
pernah ingkar janji. Bahkan, kepada perempuan pun Dasaratha tidak pernah ingkar
janji. Dengan berat hati dan penuh kesedihan, Rama pun dikucilkannya ke dalam
hutan. Peristiwa pengucilan itu tidak diketahui oleh Bharata, anak Dasaratha dari Kekayi. Oleh sebab itu, ia
sangat hancur hatinya. Karena hatinya sangat hancur, tak lama kemudian
Dasaratha pun meninggal.
Saat hendak diangkat menjadi raja
untuk menggantikan ayahnya, Bharata menolak. Ia merasa tidak berhak menjadi
raja karena Rama yang sesungguhnya harus menjadi raja. Oleh sebab itu, Bharata
segera menyusul Rama ke dalam hutan. Bharata sangat kesulitan dan menemui
banyak rintangan untuk menemukan Rama. Setelah berbagai kesusahan dilaluinya,
akhirnya Bharata menemukan kakaknya, Rama. Bharata membujuk, mendesak, dan
memaksa Rama untuk kembali pulang ke Ayodhya agar menjadi raja. Akan tetapi,
Rama menolak pula untuk menjadi raja karena baginya patuh pada perintah ayah
adalah suatu anugerah.
Kita bisa lihat jiwa-jiwa
kepemimpinan dari Bharata dan Rama. Bharata dengan segala kejujuran dan
kecintaan kepada kakaknya menolak untuk menjadi pemimpin karena dirinya tidak
mau menjadi pemimpin dengan cara curang mengambil hak orang lain. Demikian pula
Rama. Ia tidak mau menjadi raja karena telah mendapat perintah dari ayahnya
untuk berada dalam hutan. Ia tidak segera angkuh dan menyombongkan kebenaran
tentang hak dirinya, padahal baginya mudah sekali menjadi raja setelah Bharata
memintanya untuk menjadi raja. Rama tidak melihat kedudukan raja sebagai sebuah
kebaikan, tetapi mematuhi perintah orangtua adalah lebih utama.
Rama mengungkapkan keyakinannya
itu dalam kalimat yang sangat indah kepada adiknya, Bharata, “Tujuan anak adalah menjalankan perintah ayah
sebab beliau yang melahirkan kita. Beliau memberi tahu arah utara dan selatan.
Beliau yang mengarahkan dan mendidik kita.”
Meskipun Rama menolak menjadi
raja, Bharata tetap tidak mau menjadi raja. Ia yakin bahwa dirinya tidak pantas
menjadi raja. Rama yang seharusnya menjadi raja. Setelah melihat kegundahan
adiknya, Rama meyakinkan Bharata untuk menjadi raja. Untuk menguatkan hati
adiknya, Bharata, Rama memberikan terompahnya sebagai wakil bagi dirinya untuk
diagungkan sebagai raja. Dengan berat hati, Bharata pun bersedia kembali ke
Ayodhya untuk menjadi raja.
Kita lihat bagaimana pandangan
kedua pemimpin ini terhadap kepemimpinan. Mereka sama-sama menganggap bahwa menjadi
pemimpin itu bukanlah sesuatu yang harus dikejar, apalagi harus sampai saling
bertengkar atau saling bunuh. Bagi mereka menjadi pemimpin adalah tanggung
jawab yang sangat berat dan harus hanya diserahkan kepada mereka yang berhak
dan memiliki kemampuan yang baik dalam memimpin. Rama merasa Bharata yang
berhak menjadi raja karena itulah yang dipesankan ayahnya. Demikian pula
Bharata yang merasa bahwa Rama yang harus menjadi raja karena Rama adalah
putera sulung Dasaratha. Mereka merasa aman jika bukan dirinya yang menjadi
pemimpin.
Pada akhirnya, keduanya menjadi pemimpin
yang berbudi luhur. Bedanya, Rama memimpin dengan jiwa dan nasihatnya tanpa
atribut dan kursi kekuasaan. Adapun Bharata menjadi raja secara fisik dan
memiliki kekuasaan penuh untuk melaksanakan segala nasihat kakaknya.
Rama memberikan arah dan
bimbingan kepada adiknya untuk menjalankan pemerintahan, “Anda yang bertanggung jawab melindungi dunia. Ikutilah dan junjung
tinggi peraturan bagi seorang ksatria. Kitab petunjuk agama jadikan pegangan,
perhatikan selalu. Ikutilah ajaran kitab suci itu saja yang membawa
kebahagiaan.”
Untuk
menjadi raja dengan pribadi mulia, Rama memberikan nasihat, “Ikutilah tatasusila, jauhkan nafsu dan
kebencian. Hilangkan rasa iri hati, capailah keluhuran. Pegang teguh
ketertiban. Semua perbuatanmu harus patut diteladani. Apabila sangat sombong,
Adikku, seorang penguasa akan jatuh.”
Mengenai
pandangan orang lain, Rama mengatakan, “Orang
akan hormat melihat kemuliaan dan kebijaksanaan raja yang tak hentinya
memperlihatkan yang baik dan buruk dan mendengarkan keluhan seluruh rakyatnya
sebab itu selalu menjadi tugas raja.”
Dalam
hal kewajiban memperhatikan kesejahteraan rakyat, Rama menasihatkan, “Demikian tugasmu selalu melindungi
kawasanmu, rawatlah biara, tempat ibadat, dan rumah pemujaan dewa-dewa,
jalan-jalan, persawahan, air mancur, telaga, bendungan, tambak, taman, pasar,
jembatan. Segala apa yang diperlukan rakyat, sediakan!”
Untuk
menjalankan pemerintahan dengan baik, Rama mengajarkan bahwa pemimpin atau raja
itu harus bersatu jiwa dengan rakyatnya, “Anda
sebagai raja ibarat gunung dan rakyat adalah tumbuh-tumbuhannya. Keserasian
antara yang besar dan kecil menimbulkan keselarasan. Rakyat jelata adalah
ibarat hutan belantara dan Anda adalah singa sebagai pelindung sehingga semua
tampak serasi.”
Begitulah
kedua pemimpin berpribadi luhur ini memulai mengatur pemerintahan. Tak ada
persaingan di antara keduanya. Mereka justru bahu-membahu, saling mengisi untuk
menciptakan pemerintahan yang baik agar dapat menyejahterakan rakyatnya,
dicintai Tuhan, dan selaras dengan alam semesta.
Kita semua dapat mengambil
pelajaran dari kisah itu.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment